Warung Bebas

Rabu, 05 Maret 2008

Reclaiming Food

We, as individuals, are gradually losing control of our food.

For the majority of human existence, we have been in more or less full control of food preparation. We roasted our own meat, churned our own butter, and stewed our own vegetables. Gradually, mostly over the course of the last hundred years, we have ceded this control to others.

People in industrialized nations now rely on processed food and restaurants for the majority of our diet. Our food has been outsourced, and it's killing us.

The problem is that the incentives of individuals are different from the incentives of restaurants and corporations. The individual cares about the enjoyment and healthfulness of food. The corporation and restaurant care about money. It's not a conspiracy against our health, it's just a difference of motivation.

This explains why processed food is so unhealthy. Is a food manufacturer going to use butter or dirt-cheap hydrogenated soybean oil in that cookie if you can't tell the difference?

The only reason we accept this state of affairs is we're completely disconnected from the preparation of these foods. For example, let me tell you how hydrogenated soybean oil is made. First, the oil is separated from the rest of the bean using heat and extraction with organic solvents like hexane. Then, the oil is mixed with nickel (a catalyst) and exposed to hydrogen gas at high temperatures. This causes a chemical reaction (hydrogenation) that results in trans fat, which is solid at room temperature like saturated fats. The oil is now a grayish, rancid-smelling mush. They filter out the nickel and use chemicals and heat to deodorize and bleach it, creating the final product that is ubiquitous in processed snack foods. Delicious!

If you were able to watch this whole process with your own two eyes, would you still eat hydrogenated oil? If you had to make it yourself, would you? How about if I told you eating it is associated with a dramatic increase in the risk of cardiovascular disease, insulin resistance and probably many other diseases?

It's time to re-connect ourselves with real food. It's time to reclaim food preparation.

Join me as I explore traditional methods of food preparation, one of our most valuable conduits to health and well-being.

Senin, 03 Maret 2008

Genetics and Disease

There is a lot of confusion surrounding the role of genetics in health. It seems like every day the media have a new story about gene X or Y 'causing' obesity, diabetes or heart disease. There are some diseases that are strongly and clearly linked to a gene, such as the disease I study: spinocerebellar ataxia type 7. I do not believe that genetics are the cause of more than a slim minority of health problems however. Part of this is a semantic issue. How do you define the word 'cause'? It's a difficult question, but I'll give you an example of my reasoning and then we'll come back to it.

A classic and thoroughly studied example of genetic factors in disease can be found in the Pima indians of Arizona. Currently, this population eats a version of the American diet, high in refined and processed foods. It also has the highest prevalence of type II diabetes of any population on earth (much higher than the US average), and a very high rate of obesity. One viewpoint is that these people are genetically susceptible to obesity and diabetes, and thus their genes are the cause of their health problems.

However, if you walk across the national border to Mexico, you'll find another group of Pima indians. This population is genetically very similar to the Arizona Pima except they have low rates of obesity and diabetes. They eat a healthier, whole-foods, agriculture-based diet. Furthermore, 200 years ago, the Arizona Pima were healthy as well. So what's the cause of disease here? Strictly speaking, it's both genetics and lifestyle. Both of these factors are necessary for the health problems of the Arizona Pima. However, I think it's more helpful to think of lifestyle as the cause of disease, since that's the factor that changed.

The Pima are a useful analogy for the world in general. They are an extreme example of what has happened to many if not all modern societies. Thus, when we talk about the 'obesity gene' or the 'heart disease gene', it's misleading. It's only the 'obesity gene' in the context of a lifestyle to which we are not genetically adapted.

I do not believe that over half of paleolithic humans were overweight, or that 20% had serious blood glucose imbalances. In fact, studies of remaining populations living naturally and traditionally have shown that they are typically much healthier than industrialized humans. Yet here we are in the US, carrying the very same genes as our ancestors, sick as dogs. That's not all though: we're actually getting sicker. Obesity, diabetes, allergies and many other problems are on the rise, despite the fact that our genes haven't changed.

I conclude that genetics are only rarely the cause of disease, and that the vast majority of health problems in the US are lifestyle-related. Studies into the genetic factors that predispose us to common health problems are interesting, but they're a distraction from the real problems and the real solutions that are staring us in the face. These solutions are to promote a healthy diet, exercise, and effective stress management.

Welcome

Yes, I'm finally diving headfirst into blog-land. Welcome to the blog section of Whole Health Source.

This blog will be a collection of my thoughts on health, food, the environment, science, wholesome living and whatever else captures my interest.

Maybe this will help me stop clogging up other blogs' comment pages.

C 2008

Kamis, 28 Februari 2008

EKSTRAK MENIRAN PERCEPAT PENYEMBUHAN PASIEN TB


24 Maret 2005 10:01:33

Tanaman tradisional meniran (Phyllanthus nururi) ternyata bisa dipakai mengobati penyakit tuberkulosis (Tb), bahkan bisa dikembangkan menjadi pengobatan terkini dalam pemberantasan Tb.

Khasiat meniran tersebut sudah diuji lewat sebuah studi yang dilakukan dr Zulkifli Amin. Penelitian itu pula yang membawanya meraih gelar doktor dalam ilmu penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, beberapa waktu lalu.

Dalam disertasinya berjudul Peran Penambahan Imunomodulator Ekstrak Phyllanthus pada OAT (obat anti-tuberkulosis) Standar Terhadap Konversi BTA (basil tahan asam) Tuberkulosis Paru Pasca Primer, Zulkifli mengatakan, penambahan ekstrak meniran pada obat anti-Tb untuk pasien tuberkulosis paru pascaprimer dapat mendorong terjadinya perubahan pada BTA tiga kali lebih besar.

''Campuran obat anti-Tb dan ekstrak meniran itu aman dikonsumsi,'' kata Zulkifli di hadapan tim penguji yang dipimpin Prof dr Agus Firmansyah, Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan Anak dengan tujuh anggota lainnya.

Didampingi promotornya, Prof dr A Dinajani Mahdi dan ko-promotor Prof dr RHH Nelwan serta dr Armen Muchtar SpFK, Zulkifli mengatakan, ekstrak meniran --atau di Sumatra disebut tanaman si dukung anak-- selama ini dikenal sebagai obat infeksi virus hepatitis B dan woodchuck hepatitis virus.

''Ekstrak meniran ini bersifat imunostimulan. Berdasarkan penelitian pemberian ekstrak ini secara oral dapat mempengaruhi fungsi dan aktivitas komponen sistem imun, di antaranya dalam produksi IFN-y (Interferon-gamma) dan TNF alpha (Tumor necrosis factor-alfa),'' jelas konsultan paru di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.

Peran sitokin (zat kimia yang dapat membunuh sel) IFN-y dan TNF-alpha, lanjutnya, telah dibuktikan para peneliti berefek langsung terhadap penyembuhan pasien Tb paru. Para dokter pun tahu bahwa IFN-y dan TNF-alpha bermanifestasi terhadap konversi BTA di dalam sputum (dahak).

Zulkifli menjelaskan, obat-obat anti-Tb saja tidak dapat mengeradikasi kuman mikrobakterium tanpa bantuan sistem imun yang efektif. Infeksi Tb pun memperlihatkan perjalanan penyakit, gejala klinik dan dampak yang berbeda-beda pada masing-masing penderita.

''Keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan respons imun pejamu (host) dan perbedaan virulensi kuman. Mekanisme virulensi kuman bisa tetap bertahan di dalam tubuh meskipun diobati karena basil bakteri Tb mampu mempertahankan diri terhadap mekanisme respons imun.''

lebih lanjut, Ketua Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo ini memaparkan, dari tahun ke tahun para dokter telah mencoba memberikan obat terkini sebagai imunomodulator untuk membunuh basil Tb agar hasilnya maksimal. Banyak pula dikembangkan imunomodulator dari bahan alami atau tumbuh-tumbuhan.

''Tujuan pemberian imunomodulator untuk meningkatkan fungsi dan aktivitas komponen sistem imun penderita terutama ke arah penyembuhan. Jadi sebaiknya untuk hasil maksimal pengobatan Tb diberikan dalam dua aspek.''

Pertama, lanjutnya, aspek kemoterapi dengan obat-obat standar yang biasa digunakan. Sedangkan aspek imunoterapi menggunakan obat-obatan imunostimulan untuk mencapai efektivitas pengobatan yang optimal. Penelitian dilakukan sejak 2001-2004 terhadap pasien-pasien Tb berusia 15-55 tahun dan belum pernah berobat sama sekali.

Dari hasil penelitian Zulkifli, para pasien Tb paru diberi kapsul meniran dan obat anti-Tb secara bersamaan. Dalam waktu dua bulan pemberian obat kombinasi ini mampu memperbaiki respons imun seluler, juga adanya perbaikan konversi BTA dan indikator lainnya pada penderita Tb paru.

Sedangkan efek samping dari EPN dibandingkan OAT tidak berbeda secara signifikan. ''Dengan kata lain pemberian EPN dikombinasikan dengan OAT standar cukup aman. Dan pengobatan ini dalam jangka panjang bisa mencegah kekambuhan.''
Sumber : Media Indonesia


SehatHerbal.Com menyediakan ektrak meniran sdh dalam bentuk kapsul. Harga Rp. 67.500/50 kapsul sdh terdaftar di Badan POM. Info pemesanan : sehatherbal@gmail.com atau 081310343598 atau langsung datang ke counter SehatHerbal.Com, Mangga Dua Square-Lantai UG Blok C no. 206.

Rabu, 30 Januari 2008

DAUN SENDOK - Plantago Mayor L.


Daun Sendok
(Plantago mayor L.)
Sinonim :
= P.asiatica, Linn. = P.crenata, Blanco. = P.depressa, Willd. = P.erosa, Wall. = P.exaltata, Horn. = P.hasskarlii Decne. = P.incisa, Hassk. = P.loureiri, Roem. et Schult. = P.media, Blanco.

Familia :
Planfaginaccae


Uraian :
Daun sendok merupakan gulma di perkebunan teh dan karet, atau tumbuh liar di hutan, ladang, dan halaman berumput yang agak lembap,kadang ditanam dalam pot sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan ini berasal dari daratan Asia dan Eropa, dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 3.300 m dpl. Tumbuhan obat ini tersebar luas di dunia dan telah dikenal sejak dahulu kala serta merupakan salah satu dari 9 turnbuhan obat yang dianggap sakral di Anglo Saxon. Terna menahun, tumbuh tegak, tinggi 15 - 20 cm. Daun tunggal, bertangkai panjang, tersusun dalam roset akar. Bentuk daun bundar telur sampai lanset melebar, tepi rata atau bergerigi kasar tidak teratur, permukaan licin atau sedikit berambut, pertulangan melengkung, panjang 5 - 10 cm, lebar 4 - 9 cm, warnanya hijau. Perbungaan majemuk tersusun dalam bulir yang panjangnya sekitar 30 cm, kecil-kecil, warna putih. Buah lonjong atau bulat telur, berisi 2 - 4 biji berwarna hitam dan keriput. Daun muda bisa dimasak sebagai sayuran Perbanyakan dengan biji.


Nama Lokal :
Ki urat, ceuli, c. uncal (Sunda), meloh kiloh, otot-ototan,; Sangkabuah, sangkabuah, sangkuah, sembung otot,; suri pandak (Jawa). daun urat. daun urat-urat, daun sendok,; Ekor angin, kuping menjangan (Sumatera). ; Torongoat (Minahasa). ; Che qian cao (China), ma de, xa tien (Vietnam),; Weegbree (Belanda), plantain, greater plantain, ; Broadleaf plantain, rat's tail plantain, waybread,; White man's foot (Inggris).;

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Infeksi saluran kencing, kencing berlemak, kencing berdarah,; Bengkak karena penyakit ginjal (nefrotik edema), batu empedu,; Batu ginjal, radang prostat (prostatitis), kencing sedikit, demam, ; Influenza, batuk rejan (pertusis), radang saluran napas (Bronkhitis) ; diare, disentri, nyeri lambung, radang mata merah (konjungtivitis),; Kencing manis (diabetes melitus), cacingan, gigitan serangga,; Hepatitis akut disertai kuning (hepatitis ikterik akut), mimisan,; Gangguan pencernaan pada anak (dispepsia), cacingan,; Perangsang birahi (afrodisiak), beser mani (spermatorea),; Kencing sakit (disuria), sukar kencing, penglihatan kabur,; Batuk darah, keputihan (leukore), nyeri otot, mata merah,; Batuk berdahak, beri-beri, darah tinggi (hipertensi), rematik gout,; Sakit kuning (jaundice).;

Pemanfaatan :
BAGIAN YANG DIGUNAKAN :
Herba, biji, akar. Biji dikumpulkan setelah masak lalu digongseng atau digongseng dengan air asin.

INDIKASI:
Herba berkhasiat mengatasi:
- gangguan pada saluran kencing seperti infeksi saluran kencing,
kencing berlemak, kencing berdarah, bengkak karena penyakit ginjal
(nefrotik edema), kencing sedikit karena panas dalam,
- batu empedu, batu ginjal,
- radang prostat (prostatitis),
- influenza, demam, batuk rejan (pertusis), radang saluran napas
(bronkitis),
- diare, disentri, nyeri lambung,
- radang mata merah (konjungtivitis), menerangkan penglihatan yang
kabur,
- kencing manis (DM),
- hepatitis akut disertai kuning (hepatitis ikterik akut),
- cacingan, gigitan serangga, dan
- perdarahan seperti mimisan, batuk darah.

Akar berkhasiat untuk mengatasi:
- keputihan (leukore) dan
- nyeri otot.

Biji berkhasiat untuk mengatasi:
- gangguan pencernaan pada anak (dispepsia),
- perangsang birahi (afrodisiak), beser mani (spermatorea),
- kencing sakit (disuria), sukar kencing, rasa penuh di perut bagian
bawah,
- diare, disentri,
- cacingan,
- penglihatan kabur,
- mata merah, bengkak dan terasa sakit akibat panas pada organ hati,
- batuk disertai banyak dahak,
- beri-beri, darah tinggi (hipertensi),
- sakit kuning (jaundice), dan
- rematik gout.

CARA PEMAKAIAN :
Herba kering sebanyak 10 - 15 g atau yang segar sebanyak 15 30 g direbus, lalu diminum airnya. Bisa juga herba segar ditumbuk lalu diperas dan saring untuk diminum. Untuk pemakaian bijinya, siapkan 10 - 15 g biji daun sendok, lalu direbus dan diminum airnya. Untuk pemakaian luar, herba segar dipipis lalu dibubuhkan pada luka berdarah, tersiram air panas atau bisul, lalu dibalut. Pemakaian juga bisa dengan cara direbus, lalu airnya untuk kumur-kumur pada dang gusi dan sakit tenggorok. Bisa juga digunakan dengan cara digiling halus, lalu dibuat salep untuk mengatasi bisul, abses, dan koreng.

CONTOH PEMAKAIAN :
1. Melancarkan kencing
a. Herba daun sendok segar sebanyak 6 ons dicuci, tambahkan gula
batu secukupnya. Bahan tersebut direbus dengan 3 liter air,
sampai air rebusannya tersisa separo. Minum seperti air teh
habiskan dalam sehari.

b. Herba daun sendok segar dicuci lalu ditumbuk sampai lumat Peras
dan saring sampai airnya terkumpul 1/2 gelas. Tambahkan madu 1
sendok makan, lalu diminum sekaligus.

2. Kencing berdarah :
Herba daun sendok segar dicuci lalu ditumbuk sampai lumat. Peras
dan saring sampai airnya terkumpul 1 gelas. Minum sebelum makan

3. Disentri panas :
Herba daun sendok segar dicuci lalu ditumbuk halus. Peras dan
saring sampai terkumpul 1 gelas. Tambahkan madu 2 sendok makan
sambil diaduk merata. Air perasan,tersebut lalu ditim sebentar.
Minum sekaligus selagi hangat.

4. Disentri basiler, diare :
Herba daun sendok segar sebanyak 30 g setelah dicuci bersih lalu
direbus dengan 2 gelas air sampai air rebusannya tersisa 1 gelas
Setelah dingin disaring, airnya diminum sehari 2 kali, masing-masing
1/2 gelas.

5. Mimisan :
Daun sendok segar sebanyak 15 g dicuci lalu dipipis. Seduh dengan
secangkir air panas. Setelah dingin diperas dan disaring, lalu
diminum sekaligus.

6. Batuk sesak, batuk darah :
Herba daun sendok segar sebanyak 60 g dicuci lalu tambahkan air
bersih sampai terendam dan 30 g gula batu. Ditim sampai mendidih
selama 15 menit. Minum selagi hangat.

Sumber : Sentra Informasi IPTEK :http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=113

Informasi : SehatHerbal.Com menyediakan ektrak herbal Daun Sendok dalam bentuk kapsul, sehingga mudah utk dikonsumsi. Harga Rp. 67.500/botol isi 50 kapsul. Info pemesanan : sehatherbal@gmail.com atau 081310343598
 

ZOOM UNIK::UNIK DAN UNIK Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger