Warung Bebas

Rabu, 21 Januari 2009

The Tokelau Island Migrant Study: Asthma

Asthma may be another "disease of civilization", uncommon in non-industrial cultures. Between 1980 and 2001, its prevalence more than doubled in American children 17 years and younger. The trend is showing no sign of slowing down (CDC NHANES surveys).



The age-standardized asthma prevalence in Tokelauan migrants to New Zealand age 15 and older, was 2 - 6 times higher than in non-migrants from 1976 to 1982, depending on gender and year. The highest prevalence was in New Zealand migrant women in 1976, at 6.8%. The lowest was in Tokelauan men in 1976 at 1.1%.

A skeptic might suggest it's because these adults grew up around certain types of pollen or other antigens, and were exposed to new ones later in life. However, even migrant children in the 0-4 age group, who were most likely born in NZ, had more asthma than on Tokelau.

What could contribute to the increased asthma prevalence upon modernization? I'm not particularly knowledgeable about the mechanisms of asthma, but it seems likely to involve a chronic over-activation of the immune system ("inflammation").

The Tokelau Island Migrant Study: Background and Overview
The Tokelau Island Migrant Study: Dental Health
The Tokelau Island Migrant Study: Cholesterol and Cardiovascular Health
The Tokelau Island Migrant Study: Weight Gain
The Tokelau Island Migrant Study: Diabetes

The Tokelau Island Migrant Study data in this post come from the book Migration and Health in a Small Society: The Case of Tokelau.

Thanks to the EPA and Wikipedia for the graph image (public domain).

Selasa, 20 Januari 2009

Hilang Nyeri Karena Endometriosis Dengan Temu Putih

Belakangan ini istilah Endometriosis menjadi sangat populer. Penyakit yang hanya diderita kaum perempuan ini setiap tahunnya menunjukkan kenaikan jumlah kasus walaupun data pastinya belum dapat diketahui. Selain dapat mengurangi potensi kesuburan, penyakit ini seringkali sangat sulit terdeteksi.

Ibu Retno juga pernah mengalami keguguran karena juga ditemukan adanya kista sebesar bola tenis di rahimnya. Setelah menjalani operasi pengangkatan kista dan pembersihan endometriosis, ternyata rasa nyeri tersebut masih tetap saja ada. Karena endometriosis perlu dibersihkan secara rutin. Hal ini tentu memakan biaya yang tidak sedikit.

--------------------------------------------------------------------------------

Belakangan ini istilah Endometriosis menjadi sangat populer. Penyakit yang hanya diderita kaum perempuan ini setiap tahunnya menunjukkan kenaikan jumlah kasus walaupun data pastinya belum dapat diketahui. Selain dapat mengurangi potensi kesuburan, penyakit ini seringkali sangat sulit terdeteksi.

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan yang hanya ada dalam rahim, dapat ditemukan di bagian lain dalam tubuh. Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita subur yang berusia 25-44 tahun. Endometriosis yang berat bisa menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari ovarium ke rahim. Keadaan ini menimbulkan rasa nyeri, terutama pada saat haid, saat buang air besar dan juga perdarahan.

Seperti yang dialami Ibu Retno (36 tahun) yang dinyatakan menderita endometriosis 10 tahun yang lalu. "Endometriosis sangat mengganggu aktivitas saya, karena rasa sakit bisa datang kapan saja, terlebih ketika saat menstruasi, saya hanya bisa duduk saja di pojok tanpa mengerjakan sesuatu, karena teman-teman kantor saya merasa iba dengan keadaan saya". Rasa sakit yang tak terbayangkan beliau, perut serasa dipuntir.

Ibu Retno juga pernah mengalami keguguran karena juga ditemukan adanya kista sebesar bola tenis di rahimnya. Setelah menjalani operasi pengangkatan kista dan pembersihan endometriosis, ternyata rasa nyeri tersebut masih tetap saja ada. Karena endometriosis perlu dibersihkan secara rutin. Hal ini tentu memakan biaya yang tidak sedikit.

Berdasarkan rekomendasi dari seorang kerabat, Ibu Retno mulai mengkonsumsi herbal kapsul Temu Putih Dr. Liza. Berdasarkan penelitian, temuputih bermanfaat untuk membantu mengatasi kista, melancarkan dan mengatasi nyeri haid, keputihan dan membersihkan darah. Temu putih mengandung RIP (ribosome inacting protein), zat antioksidan dan zat anti kurkumin. Zat antioksidannya berfungsi mencegah terjadinya kerusakan gen, sedangkan zat antikurkumin berfungsi sebagai antiperadangan.

"Hingga kini, saya mengkonsumsi herbal Temu putih dan obat dokter. Kombinasi sinergis ini membuat penyakit endometriosis dan gejala-gejalanya semakin berkurang. Sehingga saya nyaman beraktivitas", kata Ibu Retno. Ternyata tanpa harus mengeluarkan biaya banyak untuk operasi dan pengobatan, penyakit-penyakit pun bisa diredakan dengan obat herbal asli Indonesia.


Sumber : http://www.lizaherbal.com/main/index.php?option=com_content&task=view&id=168&Itemid=1


NB: Kapsul Temu Putih ( harga Rp. 50rb/ 45 kapsul) bisa diperoleh di SehatHerbal.Com, Mangga 2 Square, Lantai UG Blok C, dekat optik dan travel. Tlp. 021-91752768- ibu cartis

Sejarah Hari Valentine

Asosiasi pertengahan bulan Februari dengan cinta dan kesuburan sudah ada sejak dahulukala. Menurut tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.
Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Sebagai bagian dari ritual penyucian, para pendeta Lupercus meyembahkan korban kambing kepada sang dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka akan lari-lari di jejalanan kota Roma sembari membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Terutama wanita-wanita muda akan maju secara sukarela karena percaya bahwa dengan itu mereka akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan dengan mudah.

Hari Raya Gereja

Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), nama Valentinus paling tidak bisa merujuk tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda:

* seorang pastur di Roma
* seorang uskup Interamna (modern Terni)
* seorang martir di provinsi Romawi Africa.

Koneksi antara ketiga martir ini dengan hari raya cinta romantis tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836. Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak-arak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.

Valentinius

Guru ilmu gnostisisme yang berpengaruh Valentinius, adalah seorang calon uskup Roma pada tahun 143. Dalam ajarannya, tempat tidur pelaminan memiliki tempat yang utama dalam versi Cinta Kasih Kristianinya. Penekanannya ini jauh berbeda dengan konsep ... dalam agama Kristen yang umum. Stephan A. Hoeller, seorang pakar, menyatakan pendapatnya tentang Valentinius mengenai hal ini: "Selain sakramen permandian, penguatan, ekaristi, imamat dan perminyakan, aliran gnosis Valentinius juga secara prominen menekankan dua sakramen agung dan misterius yang dipanggil "penebusan dosa" (apolytrosis) dan "tempat pelaminan" ..." [1].

Era abad pertengahan

Catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis, di mana dipercayai bahwa 14 February adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris Pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Ia menulis di cerita Parlement of Foules (“Percakapan Burung-Burung”) bahwa

For this was sent on Seynt Valentyne's day (“Bahwa inilah dikirim pada hari Santo Valentinus”)
Whan every foul cometh ther to choose his mate (“Saat semua burung datang ke sana untuk memilih pasangannya”)

Pada jaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasanagan mereka "Valentine" mereka. Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London. Kemungkinan besar banyak legenda-legenda mengenai santo Valentinus diciptakan pada jaman ini. Beberapa di antaranya bercerita bahwa:

* Sore hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati syuhada), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis "Dari Valentinusmu".
* Ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka.

Pada kebanyakan versi legenda-legenda ini, 14 Februari dihubungkan dengan keguguran sebagai martir.

Hari Valentine pada era modern

Hari Valentine kemungkinan diimpor oleh Amerika Utara dari Britania Raya, negara yang mengkolonisasi daerah tersebut. Di Amerika Serikat kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar dan ia mendapat ilham untuk memproduksi kartu dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. (Semenjak tahun 2001, The Greeting Card Association setiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary".)

Senin, 19 Januari 2009

The Tokelau Island Migrant Study: Diabetes

This post will be short and sweet. Diabetes is a disease of civilization. As Tokelauans adopted Western industrial foods, their diabetes prevalence increased. At any given time point, age-standardized diabetes prevalence was higher in migrants to New Zealand than those who remained on Tokelau:


This is not a difference in diagnosis. Tokelauans were examined for diabetes by the same group of physicians, using the same criteria. It's also not a difference in average age, sice the numbers are age-standardized. On Tokelau, diabetes prevalence doubled in a decade. Migrants to New Zealand in 1981 had roughly three times the prevalence of diabetes that Tokelauans did in 1971. I can only imagine the prevalence is even higher in 2008.

We don't know what the prevalence was in Tokelauans when their diet was completely traditional, but I would expect it to be low like other traditional Pacific island societies. I'm looking at a table right now of age-standardized diabetes prevalence on 11 different Pacific islands. There is quite a bit of variation, but the pattern is clear: the more modernized, the higher the diabetes rate. In several cases, the table has placed two values side-by-side: one value for rural inhabitants of an island, and another for urban inhabitants of the same island. In every case, the prevalence of diabetes is higher in the urban group. In some cases, the difference is as large as four-fold.

The lowest value goes to the New Caledonians of Touho, who are also considered the least modernized on the table (although even their diet is not completely traditional). Men have an age-standardized diabetes prevalence of 1.8%, women 1.4%. At the other extreme are the Micronesians of Nauru, affluent due to phosphate resources, who have a prevalence of 33.4% for men and 32.1% for women. They subsist mostly on imported food and are extremely obese.

The same patterns can be seen in Africa, the Arctic and probably everywhere that has adopted processed Western foods. White rice alone (compared with the combination of wheat flour and sugar) does not seem to have this effect.

The data in this post are from the book Migration and Health in a Small Society: the Case of Tokelau.

The Tokelau Island Migrant Study: Background and Overview

The Tokelau Island Migrant Study: Dental Health
The Tokelau Island Migrant Study: Cholesterol and Cardiovascular Health
The Tokelau Island Migrant Study: Weight Gain

Minggu, 18 Januari 2009

Sejarah Tapanuli Tengah

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pelaksanaan urusan Pemerintahan di daerah antara lain di Tapanuli Tengah tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 24 Agustus 1945 Residen Tapanuli, saat itu menghunjuk Z.A. Glr Sutan Komala Pontas Pemimpin Distrik Sibolga selanjutnya sebagai Demang dan menjadi penanggung jawab pelaksana roda pemerintahan di Tapanuli Tengah. Pada saat itu Dr. Ferdinand Lumbantobing eks Wakil Residen Tapanuli menjadi Residen Tapanuli berkedudukan di Tarutung.

Pada tanggal 15 Oktober 1945 oleh Gubernur Sumatera Mr. T. Mohd. Hasan menyerahkan urusan pembentukan daerah Otonom setingkat di wilayahnya pada pemerintahan daerah kepada masing-masing Residen.

Gubernur Tapanuli Sumatera Timur dengan Keputusan Nomor 1 Tahun 1946 mengangkat dan mengukuhkan Z.A. Glr Sutan Komala Pontas sebagai Bupati/Kepala Luhak Tapanuli Tengah. Sesuai Keputusan Gubernur Sumatera Timur tanggal 17 Mei 1946 Kota Sibolga dijadikan sebagai Kota Administratif yang dipimpin oleh seorang Walikota dan pada saat itu dirangkap oleh Bupati Kabupaten Sibolga (Tapanuli Tengah) yaitu Z.A. Glr Sutan Komala Pontas. Luas wilayah Kota Administratif Sibolga ditetapkan dengan Ketetapan Residen Tapanuli Nomor 999 Tahun 1946.

Pada tahun 1946 di Tapanuli Tengah mulai dibentuk Kecamatan untuk menggantikan sistem Pemerintahan Onder Distrik Afdeling pada masa Pemerintahan Belanda. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai Daerah Otonom dipertegas oleh Pemerintah dengan Undang-undang Nomor 7 Drt 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19 Tahun 2007 maka ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tanggal 24 Agustus 1945.

Dalam perjalanan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah telah silih berganti Kepala Daerah mulai dari Z.A. Glr Sutan Komala Pontas (1945 – 1946), Prof. Mr. M. Hazairin (1946 – 1946), A. M. Djalaluddin (1946 – 1947), Mangaraja Sori Muda (1947 – 1952), Ibnu Sa’adan (1952 – 1954), Raja Djundjungan (1954 – 1958), Matseh Glr. Kasayangan (1958 – 1959), M. Samin Pakpahan (1959 – 1965), S.S. Paruhum Stn. Singengu (1965 – 1967), Ridwan Hutagalung (1967 – 1975), Bangun Siregar (1975 – 1980), Lundu panjaitan, SH (1980 – 1985), H. Abd. Wahab Dalimunthe, SH (1985 – 1990), Drs. Amrun Daulay (1990 – 1995), Drs. Panusunan Pasaribu (1995 – 2001), Drs. Tuani Lumbantobing (2001 – 2006), Drs. Rudolf Pardede, sebagai Penjabat (2006), Drs. Tuani Lumbantobing (2006 – Sekarang).


 

ZOOM UNIK::UNIK DAN UNIK Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger