Warung Bebas

Senin, 06 Agustus 2012

Cara Membuat Header 2 Kolom

Dalam sebuah blog memang banyak tutorial dan jika bahas satu persatu memang tiada habis-habisnya, tapi dengan ngeblog kita bisa berkreasi semau kita sendiri alhasil kreasikita bagus dan ditawai iklan oleh suatu produk dan banggalah kita, namun saya disini tidak membahas berbangga karena dapet duit tapi saya disini akan berbagi suatu tutorial yaitu membuat header menjadi 2 kolom, dalam kolom header biasanya kita hanya meletakkan logo blog kita dan selesai, namun dengan adanya bantuan 1 kolom lagi mungkin kita bisa gunakan untuk meletakkan iklan
Preview
header

Cara Membuat Header 2 Kolom

Langkah 1
Login ke Blogger
Masuk ke "Rancangan - Edit HTML"
Cheklist "Expand Template Widget"
Langkah 2
Cari kode: ]]></b:skin> dan letakkan kode dibawah ini diatasnya
#header {width:50%;display:inline-block;_float:left;}
#header-right {width:35%;display:inline-block;float:right;padding:15px 15px 15px 15px;}
#header-right .widget {margin:0;}
Langkah 3
Kemudian cari kode yang mirip seperti ini
<b:section class='header' id='header' maxwidgets='1' showaddelement='no'>
<b:widget id='Header1' locked='true' title='Judul Blog Sobat (Header)' type='Header'/>
...
</b:section>
... merupakan kode yang agak panjang, jadi saya tidak menuliskannya.
Dan dibawahnya kode </b:section> pada kode diatas letakkan kode berikut
<b:section id='header-right' showaddelement='yes'/>
<div style='clear: both;'/>
Contoh Penerapannya
<b:section class='header' id='header' maxwidgets='1' showaddelement='no'>
<b:widget id='Header1' locked='true' title=' Judul Blog Sobat  (Header)' type='Header'/> 
...
</b:section> 
<b:section id='header-right' showaddelement='yes'/> 
<div style='clear: both;'/>
Langkah 4
Sekarang cari kode ]]></b:template-skin>  dan letakkan kode dibawah ini diatasnya
#layout #header {width: 50%; float: left;}
#layout #header-right {width: 50%; float: right;}
Langkah 5
simpan%2Btemplate



Semoga bermanfaat, selamat mencoba dan semoga berhasil

Tema Windows 7 RE-DEGETIZED


Limit Komputer | Pertamanya selamat berpuasa bagi yang menunaikannya. kembali lagi saya membagikan sebuah tema window 7 yang keren yaitu RE-DEGETIZED. tema yang satu ini tema DARK yang di dominasi Merah dan Hitam. temanya sangat bagus di gunakan untuk sobat yang gemar dengan kecantikan dektop karena memiliki tampilan yang keren dan elegan. berikut beberapa kelebihanya

    1. Kursor RE-DEGETIZED
    2. Beberapa wallpaper yang terganti otomatis
    3. Start menu keren dan transparan
    4. Toolbar yang keren
    5. Wallpeper buat starting windows
    6. Full Glass

      Tertarik?

      FIND YOUR NEAREST ATHLETICS CLUB!

      William Ponissi of Welsh Athletics is our latest guest blogger. He spells out why we should take up athletics! 

      Athletics is considered the king of Olympic sports, and it is not difficult to see why. Who can run the fastest?, jump the highest? or throw the farthest? – these questions have been in mankind’s mind since the beginning of times, and it is no wonder most of the track and field disciplines we know now were part of the original Games taking place in Olympia!

      In addition to their historical significance, athletics disciplines are a great way to get fit and prepare for any other sport you may want to try: running, jumping and throwing are basic skills that can be transferred to every other discipline, from rugby to tennis, from gymnastics to judo. A good athletics base is a great way to build up for success for all sportspeople and it is not unusual to see footballers and others training on a track alongside full time track athletes.



       Joining a club is easy, with more than 75 affiliated to Welsh Athletics all around Wales, and can be done at any age. Clubs offer qualified and experienced coaching staff to assist with athlete development in a safe and healthy way, and by joining you can get access to a wide range of competitions in multiple disciplines such as track and field, cross country running, mountain and trail running and road races – there is something suited to everyone, 12 months a year.



      The London 2012 Olympic Games promise to be a special moment for the sport in Wales, with an incredible five athletes from Wales called up to Team GB. Christian Malcolm, at his fourth Olympics, Brett Morse, Rhys Williams, Gareth Warburton and team captain Dai Greene are all products of the excellent club setup we have in Wales and testament to how our country is preparing for the 2014 Commonwealth Games in Glasgow, where a record medal haul is on the cards.



      Each of our Famous Five athletes was inspired, in their youth, by watching British Olympic stars’ successes at previous Games and we hope they will provide a similar example to all Welsh youngsters watching from home. London 2012’s aim to “inspire a generation” rests in the incredible power of inspiration Olympic success has – and our moment to shine is now.


      Here's a list of your local athletics clubs - or call the Welsh Athletics office at 02920 644870.

      Minggu, 05 Agustus 2012

      Inspirasi : Mana Hasil Jerih Payah Ini?

      Catatan Kepala: ”Orang yang menjadikan uang sebagai alat ukur utama keberhasilan sering terkecoh oleh tampak luar sehingga gampang menyerah atau lupa diri.”

      Kita sering menjadikan uang sebagai ukuran utama keberhasilan seseorang. Jika uangnya banyak, maka seseorang layak dinilai sukses. Jika uangnya sedikit, maka tak ada cukup alasan untuk menyebutnya sebagai pribadi yang berhasil. Demikian pula halnya dengan pertumbuhan pribadi kita yang sering diukur dengan takaran yang sama, yaitu; berapa banyak uang yang berhasil kita kumpulkan. Tidak heran jika kita sering merasa gagal kala melihat betapa sedikitnya uang yang kita miliki. Anda tidak perlu khawatir kalau-kalau saya menganjurkan hidup sederhana.
      Anda juga tidak usah takut saya akan mempengaruhi Anda untuk menjadi orang miskin. Tidak. Bahkan, saya pribadi pun ingin sekali menjadi orang kaya raya dengan kepemilikan melimpah, kok. Kita punya keinginan yang sama. Tetapi, ketika sedang berproses untuk mewujudkan cita-cita itu, kita sering disiksa oleh perasaan negatif, hanya karena melihat kenyataan bahwa setelah semua jerih payah ini – uang kita tidak kunjung banyak. Percayalah, ada alat ukur lain yang dapat menentukan apakah usaha Anda sudah membuahkan hasil atau tidak. Dan Anda, tidak perlu menyiksa diri dengan pertanyaan; mana hasil jerih payah inih?

      Setelah pensiun dari profesinya sebagai guru, Ayah saya menjadi petani sepenuhnya. Ketika pulang kampung bulan lalu, Ayah menunjukkan kebun mentimun yang baru saja ditanamnya. Dua helai daun mungil muncul dari biji benihnya. Pekan lalu, Ibu saya bertanya kapan saya pulang. Mentimunnya sudah dipanen, katanya. Bagi saya, pertani merupakan salah satu guru terbaik untuk belajar tentang kehidupan. Dari para petani, kita bisa belajar bagaimana proses menghasilkan sesuatu berlangsung. Orang-orang ‘kota’ seperti kita sering diburu oleh keinginan untuk menghasilkan segala sesuatu secara instan. Hari ini berusaha, hari ini harus ada hasilnya. Jika hari ini tidak mendapatkan apa yang kita inginkan maka kita buru-buru mengambil kesimpulan bahwa kita sudah gagal. Lalu kita tinggalkan semua yang sudah kita mulai itu dengan perasaan kesal. Para petani tidak begitu. Semua petani tahu, bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan tidak ada cara instan. Ada serangkaian proses yang harus dilalui, yaitu; menanam, memelihara, dan barulah memanen. Para petani membantu saya menyadari betapa banyaknya prinsip hidup modern kita yang keliru sehingga hari-hari kita dipenuhi dengan tekanan batin yang bisa membuat depresi. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami makna hidup dari para petani, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™)  berikut ini:

       1. Mengatur fokus perhatian. 
      Diantara system nilai petani yang layak kita tiru adalah mereka percaya bahwa; buah adalah ekses dari kualitas tetumbuhan yang ditanamnya. Saya ulang; ‘Buah adalah ekses dari kualitas tetumbuhan yang ditanamnya.” Jika ingin mendapatkan buah yang banyak, maka para petani sadar bahwa yang harus mereka lakukan adalah menanam benih yang baik, dan merawatnya dengan cara yang baik. Dengan prinsip yang sama, kita bisa mengembangkan kepercayaan bahwa; ”uang adalah ekses dari kinerja yang kita berikan”. Saya ulang; ”uang adalah ekses dari kinerja yang kita berikan”. Hasil akhir yang diharapkan petani adalah buah. Tetapi mereka tidak mengejar buah, melainkan membaguskan tanaman yang dirawatnya. Begitu pula halnya dengan kita. Uang adalah hasil akhir yang kita ingin dapatkan. Maka berguru kepada petani itu; seyogyanya kita tidak mengejar uang. Melainkan membaguskan kinerja dan kontribusi yang bisa kita berikan. Petani paham betul bahwa terlampau memfokuskan diri kepada buah bisa membuat mereka lupa untuk merawat tanamannya. Sebaliknya, memfokuskan diri kepada tanaman, justru bisa memberinya buah dengan kualitas terbaik, dan kuantitas yang melimpah. Maka, meskipun tujuan kita adalah untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, mari kita arahkan fokus kita kepada yang seharusnya. Fokuslah pada upaya merawat pohonnya, maka buahnya akan kita dapatkan.

      2. Pertumbuhan diri adalah ciri utama keberhasilan. 
      Sejak pertama kali menanam bibit mentimun itu, Ayah membutuhkan waktu sekitar satu setengah bulan hingga buahnya bisa dipanen. Di hari ketiga atau kesepuluh Ayah tidak pernah mengeluh; mengapa tanaman ini belum juga menghasilkan buah? Karena seorang petani sadar bahwa keberhasilan usahanya tidak diukur dari buah semata. Melainkan dari pertumbuhan yang diperlihatkan oleh tanamannya. Kita mengeluh jika belum juga menghasilkan uang. Padalah wujud keberhasilan usaha kita tidak semata diukur oleh uang. Lihatlah apakah pengetahuan Anda meningkat? Periksalah apakah keterampilan Anda bertambah? Jika ya, maka Anda tidak boleh berkecil hati. Usaha Anda sudah berhasil. Tapi mengapa tidak juga datang uangnya? Hey, lihatlah para petani itu. Mereka tahu bahwa saatnya panen belum lagi tiba. Sekarang adalah saat untuk menumbuhkan. Membesarkan. Dan membaguskan. Kita juga harus faham bahwa saat ‘memetik hasil’ dari segala jerih payah kita belum tiba. Bahkan ketika mentimun itu sudah mulai berbuah. Ayah tidak tergesa-gesa memetiknya. Ditunggunya beberapa hari lagi. Sampai buahnya matang sempurna. Kita sering terburu-buru ingin sesegera mungkin mendapatkan keuntungan dan uang melimpah. Para petani itu mengingatkan kita bahwa; ada saat yang tepat untuk memetik hasil terbaik.  Lebih dari itu, mereka mengingatkan kita bahwa keberhasilan tidak semata-mata ditandai dengan bertambahnya jumlah uang yang kita miliki, melainkan pada kualitas diri kita yang bertambah tinggi. Itulah makna dari pertumbuhan diri. Dan pertumbuhan itulah yang menjadi indikasi utama, apakah kita berhasil atau tidak.

      3. Memberi kontribusi kepada lingkungan. 
      Fokus kepada penanaman dan perawatan untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik; itulah yang dilakukan oleh para petani. Pertanyaan saya, pernahkan Anda memperhatikan bagaimana petani memberi pupuk kepada tanaman agar bisa tumbuh dengan subur? Unik sekali. Petani tidak pernah menyuapi tanamannya dengan pupuk itu. Pakai sendok. Lalu memasukkannya kedalam mulut. Tidak. Alih-alih memberikan pupuk itu kepada tanamannya, para petani justru menebarkan pupuk itu ke permukaan tanah disekeliling tanaman itu. Lho, siapa sesungguhnya yang diberi ‘pakan’ oleh sang petani? Anda benar. Petani itu memberikan ‘pakan’ kepada tanah hingga menjadikannya gembur dan subur. Tidakkah ini isyarat yang demikian jelas bahwa; jika Anda ingin ‘tanaman’ milik Anda itu tumbuh baik maka Anda harus berkontribusi kepada lingkungan tempat tumbuhnya tanaman itu? Jika Anda ingin mendapatkan buah yang banyak, berilah pupuk kepada lingkungan sekitar pohon itu. Jika Anda ingin menghasilkan uang banyak, berilah kontribusi lebih banyak kepada lingkungan atau tempat kerja Anda. Kira-kira begitulah maknanya. Kita ingin sekali untuk menghasilkan uang yang banyak. Gaji yang besar. Bonus yang melimpah. Tapi, kita enggan untuk memberikan ‘pupuk’ terbaik agar perusahaan bisa ‘subur dan gembur’. Itu ibarat petani yang ingin tanamannya berbuah banyak tetapi tidak mau menebarkan pupuk kepada tanah disekitarnya. Mana mungkin pohon itu akan berbuah banyak jika tanah disekitarnya dibiarkan merana? Mana mungkin menghasilkan uang banyak jika kontribusi kita kepada lingkungan sangat rendah? Mana mungkin mendapatkan imbalan banyak jika kinerja yang kita persembahkan kepada perusahaan hanya sekedar alakadarnya? Berilah pupuk kepada tanah. Maka tanaman Anda akan berbuah melimpah. Berilah kontribusi kepada lingkungan. Maka Anda akan mendapatkan keberlimpahan.

      4. Terus menebarkan benih yang baru. 
      Sebelum menanam ketimun itu, saya tahu persis jika kebun Ayah ditanami buah pare. Sebelumnya ada terong. Atau kacang panjang. Para petani sadar bahwa tidak ada tanaman penghasil buah yang akan abadi. Maka sebelum tanaman yang satu berhenti berbuah, mereka sudah bersiap-siap untuk menebar bibit benih tanaman yang lainnya. Kita sering mengira bahwa apa yang menghasilkan hari ini, akan menghasilkan selamanya. Makanya, kita terus saja berkutat dengan apa yang biasanya kita lakukan. Tidak begitu cara para petani bersikap. Tindakan, standard kerja, kualifikasi keahlian atau apapun yang hari ini bisa menempatkan Anda sebegai pribadi yang unggul – mungkin sudah tidak akan bisa lagi bersaing beberapa tahun kemudian. Oleh karena itulah makanya kita butuh terus menerus ‘menanam’ benih baru. Apakah benih pengetahuan yang baru. Keterampilan baru. Perilaku baru. Atau apapun yang bisa membantu kita untuk selalu berada digaris terdepan. Karena hanya dengan cara terus menerus menanam bibit yang baru itulah, kita akan selalu menghasilkan sesuai dengan yang kita inginkan. Para petani, mengajarkan untuk tidak pernah berhenti berkarya dan berbuat. Tidak ada kata berakhir. Makanya, kita tidak pernah mendengar ada petani yang pensiun. Orang modern seperti kita sering dihantui oleh kata ‘pensiun’. Di usia 55, kita mendapatkan uang banyak sekaligus. Setelah itu kita bingung mau ngapain. Petani, tidak pernah mengalami itu. Karena mereka tahu, bahwa roda kehidupan tidak pernah sedetik pun berhenti. Sehingga kita, wajib untuk terus bergerak. Berbuat. Dan berkarya. Kakek saya – ayahnya ayah saya – wafat di tengah sawah. Ketika beliau sedang bekerja merawat tanaman-tanamannya. Kakek saya telah memberi teladan kepada cucunya, bahwa selama hayat dikandung badan; tidak ada kata berhenti dari menghasilkan karya-karya terbaru. Sampai kapan? Sampai sang pemilik hidup memanggil kita.

      5. Cara terhormat untuk mendapatkan buah. 
      Kebun Ayah hanya dipisahkan pematang sawah selebar 20 centimeter dari kebun milik petani lain. Tidak ada pagar pemisah. Apalagi tembok yang membatasi kebun-kebun itu. Ayah bisa melihat buah dari tanaman petani lain. Bisa menjangkaunya dengan mudah. Begitu pula sebaliknya. ‘Mendapatkan buah sebanyak-banyaknya adalah GOAL para petani. Tetapi, mereka tidak memetiknya dari pohon di kebun tetangganya. Mendapatkan uang sebanyak-banyaknya adalah tujuan utama kita. Pertanyaannya adalah; jika Anda memiliki akses kepada uang orang lain. Yang bisa dijangkau dengan mudah. Tidak dilindungi dinding tebal. Tidak dikunci dalam brangkas. Sanggupkah Anda untuk hanya ‘memetik’ uang yang tumbuh dari ‘pohon’ yang ada di ‘wilayah’ Anda sendiri? Para petani mengajarkan lebih dari sekedar cara mencapai tujuan. Mereka menunjukkan makna integritas yang sesungguhnya. Mudah untuk ‘tidak mencuri’, jika buah dipohon orang lain dikelilingi oleh pagar tinggi. Tetapi, ‘membiarkan’ buah milik orang lain yang tidak dilindungi tetap ditempatnya merupakan tantangan tersendiri. Gampang untuk ‘tidak mengambil’ uang yang bukan hak kita jika uang itu dijaga ketat. Tapi, jika uang itu ada didepan mata. Dan tujuan hidup kita adalah memperoleh sebanyak mungkin uang, bisakah kita menjaga kehormatan ini? Para petani mengajarkan bahwa ada banyak cara mendapatkan buah. Namun hanya ada satu cara yang terhormat, yaitu; memetiknya dari pohon dilahan mereka sendiri. Ada banyak cara untuk mendapatkan uang yang banyak. Namun hanya ada satu cara terhormat, yaitu; mengambilnya dari kepemilikan kita sendiri.

      Kita percaya bahwa Tuhan akan mencukupkan rezeki setiap mahluknya. Itulah sebabnya kita jarang sekali menemukan ada yang kelaparan. Jika itu terjadi, maka bisa dipastikan adanya intervensi. Baik dari dalam dirinya sendiri, maupun dari luar. Intervensi dari dalam diri bisa berarti orang itu yang tidak mau berusaha melakukan tindakan yang memungkinkan rezeki yang sudah Tuhan siapkan itu sampai kepada dirinya. Intervensi dari luar bisa berarti orang-orang yang lebih kuat merebut dan menguasai jatahnya. Jika Anda bisa membaca artikel saya, maka itu menunjukkan fakta bahwa – seperti halnya saya – Anda jauh lebih beruntung dari kebanyakan orang yang lainnya. Kita memiliki kekuatan, kemampuan dan kesanggupan untuk melakukan lebih banyak hal daripada orang kebanyakan. Situasi aman disekitar kita juga menjamin minimalnya intervensi dari luar. Bukankah kita jarang sekali menemukan orang yang memeras kita? Mengambil hak kita secara paksa? Atau memotong gaji kita secara semena-mena? Masalahnya adalah; apakah kita sudah bisa membebaskan diri dari intervensi yang datang salam diri kita sendiri? Yaitu intervensi yang memaksa kita untuk tidak melakukan tindakan yang perlu kita lakukan agar semua rezeki yang Tuhan berikan untuk kita itu benar-benar berhasil kita dapatkan. Para petani itu sudah menunjukkan pelajaran terpentingnya.

      Mari Berbagi Semangat!
      DEKA - Dadang Kadarusman
      Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
      Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Baru selesai cetak di penerbit)

      Catatan Kaki:
      Keberhasilan kita diukur dari pertumbuhan yang berhasil kita raih setiap hari, bukan dari uang yang berhasil kita kumpulkan.

      Inspirasi : Saatnya Melihat Kedalam Diri Sendiri

      Catatan Kepala: ”Mudah untuk melihat kearah orang lain. Tapi untuk melihat diri sendiri, kita membutuhkan alat bantu bernama cermin diri.”

      Salah satu benda berharga yang sulit kita cari adalah sesuatu yang kita sebut sebagai ‘keteladanan’. Banyak guru yang bisa kita ikut ajarannya. Banyak orator yang bisa kita dengar mimbarnya. Banyak penulis yang bisa kita baca buah penanya. Tapi, sedikit orang yang bisa kita jadikan sebagai teladan. Mengapa? Karena keteladanan bukanlah kata-kata. Keteladanan bukanlah ajakan. Dan keteladanan bukan seruan. Keteladanan adalah apa dilakukan oleh seseorang yang antara kata dan perbuatannya sejalan. Ini yang masih sulit kita temukan. Sulit tidak berarti tidak ada. Diantara hanya sedikit orang yang layak dijadikan teladan itu, saya menemukan sebuah kesamaan, yaitu; mereka lebih banyak melihat kedalam dirinya sendiri. Karena mereka percaya bahwa untuk bisa menjadi pribadi yang layak dicontoh itu, kita membutuhkan alat bantu bernama cermin diri.
      Kami sempat panik ketika malam itu anak lelaki kecil kami belum juga pulang. Diluar hujan disertai petir tidak berhenti sejak sore. Setelah telepon kesana kemari tidak memberikan hasil, kami segera mengeluarkan mobil menerobos tumpahan air dari langit. Rumah demi rumah kami datangi, namun hasilnya nihil. Ditengah kegalauan itu istri saya teringat jika anak kami pernah mengenalkan teman barunya yang sama-sama suka bermain futsal. Setelah bersusah payah mencari rumah teman barunya itu, ternyata memang anak kami berada disana. Dia tidak bisa pulang karena terhalang hujan dan halilintar. 


      “Kenapa Abang nggak telepon ke rumah?” ibunya bilang. “Aku nggak tahu nomor telepon rumah kita,” katanya. “Aku tahunya cuma nomor telepon teman-temanku saja….” Saya sungguh tersentak mendengar ucapannya. Dia tahu nomor telepon semua temannya. Tapi tak tahu nomor telepon rumahnya sendiri. “Gue banget!” begitu saya berguman dalam hati. Saya serasa diingatkan bahwa; ini adalah saatnya untuk lebih banyak mengenal diri sendiri. Hidup kita lebih banyak digunakan untuk memperhatikan orang lain. Sedangkan diri kita sendiri kurang mendapatkan perhatian. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi lebih banyak melihat kedalam diri, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:

      1. Kita sama berpotensinya dengan orang lain.  
      Nomor telepon di kompleks kami itu mirip-mirip. Hanya beda beberapa angka belakangnya saja. Tapi, anak saya tidak mengingat nomor telepon rumahnya sendiri. Begitu juga kita. Potensi diri kita ini tidak jauh berbeda dengan orang lain. Tetapi, mudah bagi kita untuk mengatakan “Beruntung ya, dia berbakat dalam berbahasa Inggris.” “Hebat ya dia, berpotensi sekali untuk menjadi orang sukses.” Lha, kita sendiri punya bakat apa? Anda sendiri punya potensi apa? Bingung kan? Bisa jadi sebenarnya bakat kita untuk bisa bahasa Inggris itu sama dengan orang lain. Tapi, kita tidak mau berusaha untuk belajar dan mempraktekannya. Malu jika kulit coklat ini cas-cis-cus dengan bahasa Inggris logat daerah. Wagu. Takut ditertawakan orang lain. Maka, biarpun kita berbakat; ya tidak bakalan jadi terampil. Boleh jadi sebenarnya kita sama berpotensinya untuk menjadi karyawan sukses seperti teman kita itu. Hanya saja, kita masih hitung-hitungan gaji dan waktu kerja. Kita masih menggerutu saat diberi tugas tambahan. Kita masih enggan untuk membangun hubungan baik dengan teman dan atasan. Kita masih berpikir untuk berkontribusi lebih banyak NANTI kalau sudah naik jabatan. Walhasil, biarpun kita sudah dikasih potensi untuk sukses; ya ndak bakalan sukses toh Mas. Potensi kita sama dengan orang lain. Hanya saja, kita perlu mengenalinya lebih dalam, dan mengambil sikap yang tepat untuk mewujudkannya.

      2. Kita perlu lebih sering bercermin. 
      Saya punya cermin kecil di kamar. Tapi, saya jarang melihatnya. Diluar rumah, saya punya banyak pemandangan indah. Tetangga saya berganti-ganti mobil. Teman saya mendapat kenaikan jabatan. Kawan satu angkatan saya sudah menjadi direktur. Panas rasanya hati ketika melihat itu. Mungkin bukan hanya saya yang sering begitu. Makanya kita sering merasa diri kurang beruntung. Padahal, semua yang mereka dapatkan bukan sekedar keberuntungan. Mereka telah melakukan sesuatu yang cukup berharga sehingga sekarang bisa memetik hasilnya. Kita? Apakah sudah bekerja sekeras dan secerdas mereka? Jika belum, mengapa kita menuntut hasil yang sama baiknya? Ada orang yang termotivasi untuk bekerja lebih giat, berkontribusi lebih banyak, berbuat lebih berbobot; ketika melihat teman atau tetangganya lebih berhasil dari dirinya. 


      Ada juga yang semakin panas hati. Anda termasuk jenis yang mana? Pasti akan panas hati jika pemadangan sehari-hari itu tidak diimbangi dengan kesediaan untuk bercermin kepada apa yang sudah kita lakukan. Perhatikanlah, bukankah didalam diri kita masih sering timbul rasa iri? Bukankah kita masih lebih mudah ikut arus yang mau enaknya saja? Teman sekantor kita malas, kita ikut malas. Atasan kita sedang nyebelin, kita kehilangan mood. Padahal, tak seorang pun mengambil kendali atas hidup kita selain diri kita sendiri. Maka bercerminlah, dan lihatlah; betapa kita terlalu banyak melihat ke arah orang lain, namun sangat jarang menengok kedalam diri sendiri. Kenyataannya, kita perlu lebih banyak bercermin.

      3. Kita tidak kurang suatu apapun. 
      Ketika melihat kedalam diri, kita sering melakukan kesalahan dengan memberi penilaian seolah orang lain lebih beruntung dari kita. Bukan hanya Anda, saya pun begitu. Tetapi, setelah saya renungkan, ternyata semua itu disebabkan karena kita terlalu banyak memandang dari aspek material saja. Faktanya, rasa bahagia tidak langsung berkorelasi dengan materi. Keutuhan rumah tangga tidak hanya dimiliki oleh mereka yang berkelimpahan harta. Kesehatan jasmani bukanlah monopoli orang-orang yang banyak uang. Kita hanya melihat yang lebihnya saja dari orang lain. Tapi kita tidak melihat apa yang tidak bisa kita lihat. Kemarin saya mendengar seorang pejabat perusahaan besar yang terserang stroke lalu batok kepalanya dibuka diruang operasi. 


      Membayangkan cerita suster itu saya sudah berkeringat panas dan dingin. Oh, saya merasa beruntung karena dikasih Tuhan jasmani yang sehat. Di lorong Rumah Sakit saya bertemu seorang mantan perwira penerbang. Beliau bercerita jika anaknya mengalami kecelakaan sehingga kakinya patah. Oh, betapa beruntungnya saya hingga hari ini. Disamping saya terbaring seorang pemuda belia. Badannya tegap tinggi besar. Namun sekarang, setetes air putih pun hanya bisa masuk melalui selang yang disambungkan ke lubang hidung. Setiap kali tetes air itu masuk, setiap kali itu juga dia terbatuk. Belum lagi ketika selang itu lepas karena ditariknya. Bisakah Anda membayangkan bagaimana rasanya sebuah selang yang dimasukkan kembali ke lubang hidung hingga tembus ke kerongkongan? Kita? Sungguh, tidak kurang suatu apapun.

      4. Kita perlu lebih sering bersyukur. 
      Anda orang yang serba kekurangan? Saya tidak. Hanya satu kekurangan yang saya miliki. Tahukah Anda apa yang kurang dalam diri saya? Rasa syukur. Hanya itu. Yang lainnya sudah cukup. Namun karena kurangnya rasa syukur itu, saya sering merasa semuanya menjadi serba kurang. Sudah punya rumah, tapi merasa rumah saya lebih kecil dibandingkan rumah orang lain. Sudah ada mobil, tapi mobil orang lain lebih baru dan lebih keren. Sudah punya penghasilan, tetapi pengeluaran kok selalu lebih besar dari pada yang dihasilkan. Apakah Anda merasakan hal yang sama? Jika ya, mungkin kita punya masalah yang sama, yaitu; kurang memiliki rasa syukur. Padahal, saat hati saya dengan tulus berbisik; Tuhan, terimakasih hari ini Engkau memberi kami nafkah yang baik… nikmaaaaat rasanya. Meski nafkah itu mungkin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tuhan, terimakasih hari ini Engkau telah menjadikan aku sehat…., lezaaat sekali rasanya. Tuhan terimakasih Engkau telah mengenalkan saya pada orang sukses yang bisa menginspirasi, semangaaat sekali hati ini. Apapun yang kita syukuri, memberikan nikmat yang nilainya berkali-kali lipat. Sebaliknya, apapun yang tidak kita syukuri; selalu menimbulkan perasaan kesal. Oleh sebab itu, kita perlu lebih sering bersyukur. Karena kita, tidak kekurangan apapun kecuali rasa syukur itu.

      5. Kita butuh bertindak secara tepat. Tindakan. 
      Itulah satu-satunya cara yang bisa menyampaikan kita kepada suatu tujuan. Tapi tidak semua tindakan bisa begitu lho. Hanya tindakan yang tepat. Semua yang kita lakukan – diam atau bergerak misalnya – adalah tindakan. Apapun pilihan kita, adalah tindakan. Tetapi ada tindakan yang sesuai dengan keinginan atau tujuan yang hendak kita capai, dan ada pula tindakan yang bertolak belakang. Saat bertanding diatas ring tinju, Anda harus memukul dan menangkis. Tetapi ketika tukang cukur memotong janggut Anda, tindakan paling tepat untuk Anda ambil adalah diam – bukan menonjok. Jadi, kita boleh diam atau bergerak. Boleh menyerang atau bertahan. Boleh menyerah atau melawan, bergantung kepada tujuan atau hasil akhir yang ingin kita capai. 


      Masalahnya, kita sering melakukan sesuatu yang tidak mendukung terwujudnya hasil akhir itu. Jika tujuan kita ingin dinilai buruk oleh atasan, maka silakan bermalas-malasan. Jika tujuan kita ingin disebut karyawan sulit; silakan bikin masalah. Tetapi jika tujuan kita adalah ‘ingin meraih kredibilitas dan reputasi sebagai karyawan teladan’ misalnya, maka tindakan yang tepat adalah bekerja giat, penuh dedikasi, mengkotribusikan hasil kerja terbaik, selalu datang dengan solusi, bekerjasama dengan rekan, terus menempa diri, tidak pernah mengeluh, proaktif terhadap penugasan, menawarkan bantuan kepada teman, selalu ada kapan saja atasan membutuhkan, dan tindak-tindakan pendukung lainnya. Apapun tindakan Anda, memiliki konsekuensinya masing-masing. So, dukunglah tujuan yang ingin Anda wujudkan dengan bertindak secara tepat.

      Sekarang, kami berusaha untuk mengajari anak lelaki mungil kami agar bisa mengingat nomor telepon rumahnya sendiri. Bersamaan dengan itu, saya mengajari diri saya sendiri agar bisa mengenali diri sendiri lebih baik lagi. Selama ini, kita lebih banyak berfokus kepada orang lain. Dan sering melupakan diri sendiri. Padahal, kita tidak akan pernah dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Pertanggungjawaban kita hanyalah seputar apa yang telah dilakukan oleh diri kita sendiri. Selama ini, kita terlampau sibuk menyuruh orang lain berbuat lebih baik bagi dirinya sendiri. Kita mudah menunjukkan kekurangan orang lain. Namun sulit menemukan hal-hal yang harus diperbaiki oleh diri sendiri. Padahal, guru kehidupan saya pernah mengingatkan bahwa Tuhan sangat marah kepada orang yang menyuruh orang lain berbuat baik, padahal dirinya sendiri terus menerus berkubang dalam keburukan. So, teman-teman, mungkin inilah saatnya untuk lebih banyak melihat kedalam diri sendiri. Dengan begitu, semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, dari hari ke hari.

      Mari Berbagi Semangat!
      DEKA - Dadang Kadarusman
      Trainer Bidang Leadership & Personnel Development



      Catatan Kaki:
      Pribadi yang layak ditiru itu bukanlah orang yang pandai memberi nasihat, melainkan seseorang yang bisa menjadikan dirinya sendiri pribadi yang baik.
       

      ZOOM UNIK::UNIK DAN UNIK Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger