Warung Bebas

Rabu, 23 Januari 2013

contoh karya tulis ilmiah tentang bahaya merokok

Rokok menurut dokter sangat berbahaya bagi kesehatan. Banyak kandungan zat berbahaya didalam rokok. Hal itu sangat menggangu kesehatan. Post kali ini saya ingin membantu teman yang kesulitan mencari contoh karya ilmiah tentang bahaya merokok.


Berikut Ini Contoh Karya Tulis Ilmiah Tentang Bahaya Merokok

contoh karya tulis ilmiah tentang bahaya merokok


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Sangat ironis memang bahwa manusia sangat memperhatikan keseimbangan alam akibat proses pembakaran bahan bakar oleh industri yang mengeluarkan polusi, tetapi dilain pihak orang-orang dengan sengaja mengalirkan gas produksi pembakaran rokok ke paru-paru mereka.

Kebiasaan merokok telah menjadi budaya diberbagai bangsa di belahan dunia. Mayoritas perokok diseluruh dunia ini, 47 persen adalah populasi pria sedangkan 12 persen adalah populasi wanita dengan berbagai kategori umur. Latar belakang merokok beraneka ragam, di kalangan remaja dan dewasa pria adalah faktor gengsi dan agar disebut jagoan, malahan ada salah satu pepatah menarik yang digunakan sebagai pembenar atas kebiasaan merokok yaitu `ada ayam jago diatas genteng, ngga merokok ngga ganteng`. Sedangkan kalangan orang tua, stres dan karena ketagihan adalah faktor penyebab keinginan untuk merokok.

Berbagai alasan dan faktor penyebab untuk merokok diatas biasanya kalah seandainya beradu argumen dengan pakar yang ahli tentang potensi berbahaya atas apa ditimbulkan dari kebiasaan merokok baik bagi dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Harus diakui banyak perokok yang mengatakan bahwa merokok itu tidak enak tetapi dari sekian banyak pamflet, selebaran, kampanye anti rokok, sampai ke bungkus rokoknya diberi peringatan akan bahaya kesehatan dari rokok, tetap tak bisa mengubris secara massal berkurangnya kebiasaan merokok dan jumlah perokok

1.2.RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah kami uraikan maka masalah yang akan kami bahas:
1. Apa dampak dari merokok?
2. Zat apa yang terkandung di dalam dan yang paling berbahaya?
3. Upaya apa yang dilakukan bagi perokok di sekolah?
4. Apa aktor penyebab perilaku merokok pada remaja?

1.3.TUJUAN PENELITIAN
-Untuk mengetahui Bahaya merokok.
-Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab perilaku merokok pada remaja.
-Untuk mengetahui apa itu rokok.

1.4.METODE PENELITIAN
Metode yang kami gunakan adalah:
-Deskriptif
-Kajian pustaka dilakukan dengan mencari literatur di internet da buku – buku panduan

1.5.SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
1.2.Perumusan Masalah
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Metode Penelitian
1.5.Sistematika penulisan

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1.Pengertian Rokok
2.2.Dampak dari merokok
2.3.Faktor penyebab merokok pada remaja
2.4.Upaya mengatasi rokok

BAB III
ZAT YANG TERKANDUNG DALAM ROKOK
3.1.Rokok dan Reaksi Kimia (Pembakaran)
3.2.Reaksi pembakaran rokok
3.3.Rokok dan proses penguapan uap air dan nikotin
3.4.Tar dan Asap Rokok
3.5.Gas CO (Karbon Mono Oksida)
3.6.Nikotin dan kerja nikotin

BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
4.2.Saran

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1. Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.
Ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin.
Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung(walapun pada kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.
Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok.

2.2. Dampak dari merokok
Sebagaimana kita ketahui di dalam asap sebatang rokok yang dihisap oleh perokok, tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol,ortokresoldan perylene adalah sebaian dari beribu – ribu zat di dalam rokok.
Jumlah kematian dan klaim perokok Menurut penelitian Organisasi Kesehatan dunia (WHO), setiap satu jam, tembakau rokok membunuh 560 orang diseluruh dunia. Kalau dihitung satu tahun terdapat 4,9 juta kematian didunia yang disebabkan oleh tembakau rokok. Kematian tersebut tidak terlepas dari 3800 zat kimia, yang sebagian besar merupakan racun dan karsinogen (zat pemicu kanker), selain itu juga asap dari rokok memiliki benzopyrene yaitu partikel-partikel karbon yang halus yang dihasilkan akibat pembakaran tidak sempurna arang, minyak, kayu atau bahan bakar lainnya yang merupakan penyebab langsung mutasi gen. Hal ini berbanding terbalik dengan sifat output rokok sendiri terhadap manusia yang bersifat abstrak serta berbeda dengan makanan dan minuman yang bersifat nyata dalam tubuh dan dapat diukur secara kuantitatif.
Selain mengklaim mendapatkan kenikmatan dari output rokok, perokok juga mengklaim bahwa rokok dapat meningkatan ketekunan bekerja, meningkatkan produktivitas dan lain-lain. Tetapi klaim ini sulit untuk dibuktikan karena adanya nilai abstrak yang terlibat dalam output merokok. Para ahli malah memperkirakan bahwa rokok tidak ada hubunganya dengan klaim-klaim di atas. Malah terjadi sebaliknya, menurunnya produktiviats seseorang karena merokok akibat terbaginya waktu bekerja dan merokok. Selain itu berdasarkan penelitian terbaru menyatakan bahwa merokok dapat menurunkan IQ. (dari berbagai sumber)
Bahaya bagi tubuh yaitu bisa mengakibatkan kanker, paru-paru, impotensi dan gangguan pada janin, sedangkan bahaya bagi lingkungan dapat menimbulkan polusi udara yang ditimbulkan dari asap rokok yang dihisap.
Sebenarnya yang paling berbahaya diantara perokok pasif dan perokok aktif, perokok pasif lah yang berbahaya sebab perokok pasif menghisap asap rokok yang paling banyak. Rokok juga selain berbahaya juga bisa mematikan dan akan menimbulkan kecanduan kepada pemakainya.
Merokok bagi orang dewasa bisa berbahaya apalagi bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Oleh Karena itu, merokok dilarang di sekolah maupun di luar sekolah.
Akibat negatif dari rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok yang membara karena diisap, tembakau terbakar kurang sempurna sehingga menghasilkan CO (karbon mono oksida), yang disamping asapnya sendiri, tar dan nikotine (yang terjadi juga dari pembakaran tembakau tersebut) dihirup masuk ke dalam jalan napas.

CO, Tar, dan Nikotin tersebut berpengaruh terhadap syaraf yang menyebabkan :

Gelisah, tangan gemetar (tremor)
Cita rasa / selera makan berkurang
Ibu-ibu hamil yang suka merokok dapat kemungkinan keguguran kandungannya.

2.3. Faktor penyebab merokok pada remaja
Ada beberapa faktor yang mendorong remaja untuk merokok, di antaranya:
1. Faktor orangtua dan keluarga
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
Selain itu, anak-anak yang mempunyai orang tua perokok, lebih rentan untuk terpengaruh dan mencontoh orang tuanya.

2. Temanku merokok
Banyak fakta membuktikan bahwa remaja perokok, kemungkinan besar teman-temannya juga perokok, dan sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991).

3. Pribadiku
Ada yang mencoba merokok hanya karena alasan ingin tahu. Mungkin juga karena ingin mengobati rasa sakit fisik maupun jiwa, mengusir bosan. Selain alasan tersebut, konformitas sosial juga menjadi pemicu. Orang yang memiliki skor tinggi pada tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999).

4. Iklan rokok ternyata…
Iklan-iklan di berbagai media yang memberikan gambaran bahwa perokok adalah lambang keglamouran, cowok banget, memicu remaja untuk ikut berperilaku seperti itu.
Nah, jika kamu sudah terperangkap dalam status perokok saat ini, tenang saja. Ada berbagai upaya pencegahan jika kamu ingin berubah.

2.4. Upaya mengatasi rokok
Merokok di sekolah yang dilakukan siswa kini semakin banyak, itu dikarenakan siswa yang satu mengajak siswa yang lainnya atau dikarenakan oleh faktor pergaulan. Oleh karena itu para guru lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan dengan mengelilingi tempat-tempat yang sering dijadikan tempat merokok.
Selain itu juga melakukan peringatan yang lebih tegas lagi agar para pelanggar khususnya perokok jera dan tidak melakukan hal tersebut lagi baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Jika karena kecanduan, maka tips yang harus dilakukan adalah:
Pikirkanlah hal-hal yang menyenangkan yang akan terjadi pada tubuh ketika masa krisis karena berhenti merokok (biasanya 1,5 sampai 2 minggu)

Minumlah banyak air putih, makan banyak sayur dan buah-buahan setiap kali timbul keinginan untuk merokok

Berbicara atau berkomunikasilah dengan orang lain dan tetaplah menyibukkan diri

Berolahraga yang menyennagkan dan disukai secara teratur dan terukur

Pijatlah daerah punggung dan leher, lalu tariklah napas dalam-dalam.

Jika karena ketergantungan, maka putuskan semua hubungan antara rokok dan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan dengan tips berikut ini:
Jika ingin merasakan rokok di tangan, bermainlah dengan barang-barang lain seperti pensil, pena, atau membaca buku

Jika ada keinginan untuk menyalakan rokok, jauhkan rokok dari jangkauan dan buanglah korek api

Jika biasa merokok sesudah makan, segeralah bangkit dari duduk setelah makan, gosok gihi dan pergilah berjalan atau lakukan kegiatan yang membuat lupa pada rokok

Jika merokok disertai dengan minum kopi, maka ganilah kopi dengan jus buah dll

Jika merokok untuk menenangkan diri, maka cobalah untuk mengingat bahaya merokok dapat mengakibatkan penyakit jantung, paru-paru, kanker, stroke, keguguran, dll.

Berikut ini beberapa tips yang perlu diperhatikan:
Tanyalah pada diri sendiri, apakah ada teman, saudara, atau tetangga yang menderita salah satu penyakit di atas. Bayangkan jika penyakit tersebut menyerang diri kita sendiri.

Jika keinginan untuk merokok sangat kuat, lakukanlah olahraga ringan seperti berjalan-jalan atau lakukan kegiatan yang menjadi kegemaran atau hobi Anda.

Jika berpikir bahwa merokok dapat membuat kita menjadi tenang atau nyaman, maka katakanlah dan akuilah secara jujur bahwa rokok tidak mungkin bisa mengatasi masalah yang ada.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu melibatkan keluarga, teman, dan saudara untuk membantu mengalihkan perhatian dari rokok.

Jika ingin berhenti merokok harus menetapkan tindakan yang akan dipilih atau perilaku apa yang paling mudah diubah berkaitan dengan situasi merokok.

Buatlah pernyataan untuk berhenti merokok, kemudian bacalah pernyataan tentang niat berhenti merokok di depan teman atau saudara atau anggota keluarga yang akan menjadi pengingat agar keinginan berhenti merokok tercapai.

BAB III
ZAT YANG TERKANDUNG DALAM ROKOK

3.1. Rokok dan Reaksi Kimia (Pembakaran)
Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan proses pembakaran bahan-bahan padat lainnya. Rokok yang terbuat dari daun tembakau kering, kertas dan zat perasa, dapat dibentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dan Sulfur (S) serta unsur-unsur lain yang berjumlah kecil. Rokok secara keseluruhan dapat diformulasikan secara kimia yaitu sebagai (CvHwOtNySzSi).

Dua reaksi yang mungkin terjadi dalam proses merokok

Pertama adalah reaksi rokok dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa seperti CO2, H2O, NOx, SOx, dan CO. Reaksi ini disebut reaksi pembakaran yang terjadi pada temperatur tinggi yaitu diatas 800oC. Reaksi ini terjadi pada bagian ujung atau permukaan rokok yang kontak dengan udara.

CvHwOtNySzSi + O2 -> CO2+ NOx+ H2O + SOx + SiO2 (abu) ((pada suhu 800oC))

3.2. Reaksi pembakaran rokok
Reaksi yang kedua adalah reaksi pemecahan struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia lainnya. Reaksi ini terjadi akibat pemanasan dan ketiadaan oksigen. Reaksi ini lebih dikenal dengan pirolisa. Pirolisa berlangsung pada temperatur yang lebih rendah dari 800oC. Sehingga rentang terjadinya pirolisa pada bagian dalam rokok berada pada area temperatur 400-800oC. Ciri khas reaksi ini adalah menghasilkan ribuan senyawa kimia yang strukturnya komplek.

CvHwOtNySzSi -> 3000-an senyawa kimia lainnya + panas produk ((pada suhu 400-800oC))
reaksi pirolisa

Walaupun reaksi pirolisa tidak dominan dalam proses merokok, tetapi banyak senyawa yang dihasilkan tergolong pada senyawa kimia yang beracun yang mempunyai kemampuan berdifusi dalam darah. Proses difusi akan berlangsung terus selagi terdapat perbedaan konsentrasi. Tidak perlu disangkal lagi bahwa titik bahaya merokok ada pada pirolisa rokok. Sebenarnya produk pirolisa ini bisa terbakar bila produk melewati temperatur yang tinggi dan cukup akan Oksigen. Hal ini tidak terjadi dalam proses merokok karena proses hirup dan gas produk pada area temperatur 400-800oC langsung mengalir kearah mulut yang bertemperatur sekitar 37oC.

3.3. Rokok dan proses penguapan uap air dan nikotin
Selain reaksi kimia, juga terjadi proses penguapan uap air dan nikotin yang berlangsung pada temperatur antara 100-400oC. Nikotin yang menguap pada daerah temperatur di atas tidak dapat kesempatan untuk melalui temperatur tinggi dan tidak melalui proses pembakaran. Terkondensasinya uap nikotin dalam gas tergantung pada temperatur, konsentrasi uap nikotin dalam gas dan geometri saluran yang dilewati gas.

Pada temperatur dibawah 100oC nikotin sudah mengkondensasi, jadi sebenarnya sebelum gas memasuki mulut, kondensasi nikotin telah terjadi. Berdasarkan keseimbangan, tidak semua nikotin dalam gas terkondensasi sebelum memasuki mulut sehingga nantinya gas yang masuk dalam paru-paru masih mengandung nikotin. Sesampai di paru-paru, nikotin akan mengalami keseimbangan baru, dan akan terjadi kondensasi lagi.

Jadi, ditinjau secara proses pembakaran, proses merokok tidak ada bedanya dengan proses pembakaran kayu di dapur, proses pembakaran minyak tanah di kompor, proses pembakakaran batubara di industri semen, proses pembakaran gas alam di industri pemanas baja dan segala proses pembakaran yang melibatkan bahan bakar dan oksigen. Sangat ironis memang bahwa manusia sangat memperhatikan keseimbangan alam akibat proses pembakaran bahan bakar oleh industri yang mengeluarkan polusi, tetapi dilain pihak orang-orang dengan sengaja mengalirkan gas produksi pembakaran rokok ke paru- paru mereka.

3.4. Tar dan Asap Rokok
Zat berbahaya ini berupa kotoran pekat yang dapat menyumbat dan mengiritasi paru – paru dan sistem pernafasan, sehingga menyebabkan penyakit bronchitis kronis, emphysema dan dalam beberapa kasus menyebabkan kanker paru – paru ( penyakit maut yang hampir tak dikenal oleh mereka yang bukan perokok ).Racun kimia dalam TAR juga dapat meresap ke dalam aliran darah dan kemudian dikeluarkan di urine.TAR yang tersisa di kantung kemih juga dapat menyebabkan penyakit kanker kantung kemih. Selain itu Tar dapat meresap dalam aliran darah dan mengurangi kemampuan sel – sel darah merah untuk membawa Oksigen ke seluruh tubuh, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.

Tar dan asap rokok merangsang jalan napas, dan tar tersebut tertimbun disaluran itu yang menyebabkan :

Batuk-batuk atau sesak napas
Tar yang menempel di jalan napas dapat menyebabkan kanker jalan napas,
lidah atau bibir.

3.5. Gas CO (Karbon Mono Oksida)
Gas CO juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas dari pembuluh darah. Karbon mono oksida lebih mudah terikat pada hemoglobin daripada oksigen. Oleh sebab itu, darah orang yang kemasukan CO banyak, akan berkurang daya angkutnya bagi oksigen dan orang dapat meninggal dunia karena keracunan karbon mono oksida. Pada seorang perokok tidak akan sampai terjadi keracunan CO, namun pengaruh CO yang dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit, dengan lambat namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan napas dan pada pembuluh darah.

3.6. Nikotin dan kerja nikotin
Adalah suatu zat yang dapat membuat kecanduan dan mempengaruhi sistem syaraf, mempercepat detak jantung ( melebihi detak normal ) , sehingga menambah resiko terkena penyakit jantung.Selain itu zat ini paling sering dibicarakan dan diteliti orang, karena dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Selain itu Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.
Nikotin merangsang bangkitnya adrenalin hormon dari anak ginjal yang menyebabkan :
- Jantung berdebar-debar
- Meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah, berhubungan erat terjadinya serangan jantung
Saat merokok, nikotin mulai diserap aliran darah dan diteruskan ke otak. Nikotin terikat di reseptor nikotinat antikolinergik 42 di ventral tegmental area (VTA). Nikotin yang terikat di reseptor 42 akan melepaskan dopamin di nucleus accumbens (nAcc). Dopamin itulah yang diyakini menimbulkan perasaan tengan dan nyaman. Tak heran bila perokok akan kembali merokok untuk memperoleh efek nyaman itu.
Bila perokok mulai mengurangi atau berhenti merokok maka asupan nikotin berkurang dan pelepasan dopamin juga berkurang, akibatnya timbul gejala putus obat berupa iritabilitas dan stress.

Hal itu menyebabkan jalan untuk berhenti merokok menjadi sulit karena rasa ketagihan terhadap nikotin. Peran verenicline berfungsi sebagai pemutus rantai adiksi. Biasanya nikotin berikatan dengan reseptor 42, namun nanti yang akan berkaitan dengan reseptor 42 adalah verenicline yang bekerja dengan dua cara. Pertama, verenicline menstimulasi reseptor untuk melepaskan dopami secara pasrial, tujuanya untuk mengurangi gejala putus obat berupa pusing, sulit berkosentrasi atau badmood yang ditimbulkan dari proses berhenti merokok.

Kedua, verenicline menghalangi nikotin yang menempel di reseptor. Jadi bila merokok kembali, nikotin tidak dapat menempel di reseptor, sehingga mengurangi rasa nikmat dari rokok tersebut. = Verenicline dapat diberikan pada perokok dewasa atau minimal usia 18 tahun yang ingin berhenti merokok. Verenicline dapat diberikan pada perokok berat maupun ringan. Dosis awal yang diberikan ringan yang ditingkatkan secara perlahan-lahan. Untuk mencapai kesembuhan berhenti merokok, dibutuhkan waktu selama tiga bulan, baik bagi perokok berat atau ringan.
Efek samping verenicline adalah mual, nyeri kepala, insomnia dan mimpi abnormal. Meski demikian, manfaat yang ditimbulkan dari berhenti merokok jauh lebih besar karena dalam sebatang rokok terkandung lebih dari 4 ribu bahan kimia dan 250 zat karsinogenik.

Bahkan bahan kimia yang ditemukan pada asap tembakau (rokok) seperti aseton, butan, arsenic, cadmium, karbon monoksida dan toluene sama seperti yang ditemukan pada bahan industri. Jadi dapat dibayangkan bukan dampak buruk rokok?

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Melihat kenyataan yang ada pada uraian sebelumnya, dapat dikatakan rokok itu lebih banyak dampak negativnya dari pada dampak positifnya. Apabila hal ini dibiakan terus berlangsung, maka akan mengakibatkan permasalahan yang serius pada kesehatan tubuh manusia. Dan seharusnya masyarakat sadar akan bahaya merokok bagi kesehatan tubuh mereka.Namun hal itu masih sulit dilakukan di Indonesia.

4.2. Saran
Setelah membaca kartulis ini, semoga masyarakat dapat tersadarkan akan bahaya rokok bagi kesehatan mereka dan segera meninggalkan kebiasaan merokoknya, supaya kesehatan mereka tetap terjaga dan nantinya menjadikan tubuh mereka sehat bugar dan terhindar dari penyakit yang mengancam jiwa mereka.
( Source : http://ocha-katacinta.blogspot.com/2012/05/contoh-karya-tulis-ilmiah-tentang.html ) Semoga dapat membantu teman semua.

Itulah contoh karya tulis ilmiah tentang bahaya merokok

semoga bermanfaat

Resident Evil Revelations PC akan Dirilis 21 Mei Mendatang !

Limit Komputer | Resident Evil Revelations PC akan Dirilis 21 Mei Mendatang ! - Sebelumnya Resident Evil Revelations hanya dapat di mainkan secara eksklusif di Nintendo 3DS saja, namun karena banyak permintaan dari penggemar Resident Evil maka Capcom menyediakannya dalam berbagai platform di antaranya: Xbox 360, Playstation 3, dan Wii U. Selain versi konsol, Capcom juga akan segera merilisnya dalam versi PC.

Resident Evil Revalation mempunyai keterkaitan dengan Resident Evil 4 dan Resident Evil 5 atau yang bisa di sebut game penghubung cerita. karakter dalam game ini pun berbeda dari resident evil sebelumnya, sebab kalian akan memakai karakter yang bernama Jill Valentine yang mempunyai misi mencari Chris Redfield yang menghilang. tidak seperti karakter-karakter sebelumnya yang berpetualang seorang diri, namun Jill Valentine akan di temani oleh rekannya yang bernama Parker Luciani.


Dalam seri resident evil ini Capcom telah menyediakan kejutan berupa perbedaan system sudut pandang, Firts Person dan Third Person yang bisa anda pilih sesuai selera masing-masing. bukan sampai disitu saja kejutan yang disiapkan oleh Capcom, kabarnya resident evil ini dapat berenang dan melawan zombie di dalam air, seru bukan !!.


Game ini juga akan di lengkapi dengan konten baru berupa: musuh baru, tingkat kesulitan baru, dan mode raid. selain itu anda juga bisa bermain dengan menggunakan karakter baru, senjata, dan skill. 

Bagi anda yang tidak sabar ingin memainkan game ini, bersabarlah ! sebab game ini akan dirilis 21 Mei mendatang. 
 

More thoughts on the KKKonfederacy of Dunces


The past couple of days, I have been spending my spare time, while I still have a bit more, on some outside/related projects so I apologize for not being as engaged as usual in my comments section.

I must say that the commentary on my last post, William "Wheat Belly" Davis agreed to interview with David Duke personally, is both amusing and appalling to me.  Amusing, because the predictable anonymous advisors have swooped in to offer their unsolicited wisdom on how I should best spend my time and/or what content I should put forth here.  Newsflash!  It's my life, my time and my blog.  The door is up there in the right corner, just click on the X and watch your backside as the door tends to slam a bit ;-)

I am appalled by those comments critical of me for merely posting this information, and/or expressing my opinion that a NYT best selling author should offer up a full explanation for his actions.  I can guarantee you that if anyone in the mainstream had granted an interview to David Duke, their ass would be toast, or at the very least there would be widespread public pressure for them to answer to the circumstances surrounding their actions.  Early on (elsewhere), I even saw defenses of all three for going on his program as perfectly acceptable to spread the Good Word ... after all, neo-Nazis are people too, why should they be deprived of lifesaving nutritional information?  While that latter point may be true, the former simply is not.  When someone like a NYT Best Selling Author and cardiologist such as Dr. Davis it lends credibility to Duke.  It matters not even if they only discussed the book and there was no discussion of Duke's beliefs.  At the very least, they provide content to attract an audience to Duke's promotion of his books and DVDs of his speeches and such.  That is reason enough.  There are appropriate venues for sharing and spreading one's message.  David Duke's radio program isn't one of them.  
Read more »

How the "Revolving Door" and Other Aspects of Corporatism Benefited Amgen Just After its Settlement and Guilty Plea

At least here in these United States, our health care corporatism is bipartisan.  Here we present a sorry story of how a company that should have been shamed by dishonest behavior that likely harmed patients instead apparently was awarded special treatment through its cozy relationships with top government leaders
 
Accusations of Kickbacks and Deceptive Marketing of Aranesp 

Last month, biotechnology giant pleaded guilty to a charge of misbranding and settled civil charges with the US government for $762 million (look here).  Soon after, New York Times article described the unethical practices the company was alleged to have performed.  It opened with a vivid anecdote:

'I hope no one is taping this,' the Amgen manager remarked at a company sales meeting in 2005.

The manager then boasted of how she had given a $10,000 unrestricted grant to a pet project of a doctor who was an adviser to the local  Medicare contractor. In turn, she said, the doctor would help persuade the contractor to provide reimbursement for an unapproved use of Amgen’s anemia drug, Aranesp. 

Since that account appeared to be of a quid pro quo, it did sound like some a kickback or bribery.  In addition,

Amgen is also accused of offering kickbacks to doctors and clinics to induce them to use its drugs. These reportedly came as cash, rebates, free samples, educational and research grants, dinners and travel, and other inducements.   

Of course, since this was the usual sort of settlement we see of health care corporate wrongdoing, in which the reason the company is paying what appears to be a large fine remains ambiguous,


Except for those in the criminal count, Amgen denied the other accusations, though it did issue a statement on Wednesday acknowledging the settlement.

'The government raised important concerns in the criminal prosecution,' Cynthia M. Patton, chief compliance officer at Amgen, said in the statement. 'Amgen acknowledges that mistakes were made, and we did not live up to our standards.'

"Mistakes were made," what a handy phrase to avoid acknowledging that a real person or person made those mistakes.  Why government prosecutors did not leverage instances in which the mistakes were made by an identifiable person, for example, the manager in the anecdote above, to find out who ultimately authorized and directed the kickbacks and deceptive marketing, and then seek to indict them is a mystery.  The US Department of Justice now seems to be disinclined to ever pursue top  health care corporate executives who may have done wrong, while they exuberantly pursue fines from the companies they direct, fines which have almost no personal impact on those who authorized, directed or implemented the bad behavior.
  
The Times article also included a telling allegation that behind this apparent misbehavior was a changed corporate culture that put short-term revenue ahead of all other considerations.  

the corporate culture changed starting around 2000. That was when new management came in and Aranesp was approved, setting up a fierce marketing battle with Johnson & Johnson and its rival anemia drug, Procrit.

'It was more important to make your numbers than to follow the rules,' said [former Amgen sales representative and now whistle-blower Jill] ...Osiecki, who was based in Milwaukee and sold Aranesp. 

We have discussed how the "make your numbers" culture seems to have resulted from an over-generalization of the prevalent belief in business schools that "maximizing shareholder value," which usually seems to mean maximizing short-term revenue and/or doing whatever it takes to boost stock prices in the short-term (look here).  In companies which make potentially beneficial but also potentially hazardous drugs, the risks of "make your numbers" are obvious.

Shameful Consequences for Patients 

These were disconcerting revelations.  They showed that some unidentified employees, probably including top leaders of a major health care corporation seemed to use kickbacks and lies to deceptively market a drug just to "make their numbers," and thus most likely score healthy bonuses.  Yet this drug is clearly dangerous.  The official Aranesp label states (in a black box warning, in capital letters):

 ESAs INCREASE THE RISK OF DEATH, MYOCARDIAL INFARCTION, STROKE, VENOUS THROMBOEMBOLISM, THROMBOSIS OF VASCULAR ACCESS AND TUMOR PROGRESSION OR RECURRENCE

Thus deceptive and unethical marketing practices likely lead to overuse of the drug, and overuse of the drug likely lead to sick (via myocardial infarction [heart attack], stroke, venous thromboembolism or thrombosis of vascular access [drug clots], or tumor progression) or dead patients.

One would think that the consequences of the particular bad behavior alleged in this case would have lead to more zealous prosecution and to the pursuit of actual people who authorized, directed or implemented the bad behavior.  However, it did not.


One would also think that the nature and consequences of this bad behavior would harm the reputation of the company and its leadership.  Instead, it appears that soon after the settlement was announced, top US elected leaders were fawning over this company and its leadership, and rushing to legislate special treatment for it.

Special Treatment from Legislators

Yet soon after these disconcerting revelations that should have shamed Amgen and its leadership, it appears that the company benefited from legislation narrowly crafted mainly just for to suit its interests, and with the aid of allies from both parties within the US government.  That story was again just reported by the New York Times.  The basics are:

Just two weeks after pleading guilty in a major federal fraud case, Amgen, the world’s largest biotechnology firm, scored a largely unnoticed coup on Capitol Hill: Lawmakers inserted a paragraph into the "fiscal cliff"  bill that did not mention the company by name but strongly favored one of its drugs. 
 
The language buried in Section 632 of the law delays a set of Medicare price restraints on a class of drugs that includes Sensipar, a lucrative Amgen pill used by kidney dialysis patients.

The provision gives Amgen an additional two years to sell Sensipar without government controls. The news was so welcome that the company’s chief executive quickly relayed it to investment analysts.  But it is projected to cost Medicare up to $500 million over that period.[That would almost make up for the fine the company had to pay for illegal marketing and to settle kickback charges - Ed]

Amgen, which has a small army of 74 lobbyists in the capital, was the only company to argue aggressively for the delay, according to several Congressional aides of both parties. 

But the Times article noted that it was not just the size of its army of lobbyists that did it.  

 Amgen has deep financial and political ties to lawmakers like Senate Minority Leader Mitch McConnell, Republican of Kentucky, and Senators Max Baucus, Democrat of Montana, and Orrin G Hatch, Republican of Utah, who hold heavy sway over Medicare payment policy as the leaders of the Finance Committee. 

In particular, Amgen

has a deep bench of Washington lobbyists that includes Jeff Forbes, the former chief of staff to Mr. Baucus; Hunter Bates, the former chief of staff for Mr. McConnell; and Tony Podesta, whose fast-growing lobbying firm has unusually close ties to the White House.

Amgen’s employees and political action committee have distributed nearly $5 million in contributions to political candidates and committees since 2007, including $67,750 to Mr. Baucus, the Finance Committee chairman, and $59,000 to Mr. Hatch, the committee’s ranking Republican. They gave an additional $73,000 to Mr. McConnell, some of it at a fund-raising event for him that it helped sponsor in December while the debate over the fiscal legislation was under way. More than $141,000 has also gone from Amgen employees to President Obama’s campaigns.

What distinguishes the company’s efforts in Washington is the diversity and intensity of its public policy campaigns. Amgen and its foundation have directed hundreds of thousands of dollars in charitable contributions to influential groups like the Congressional Black Caucus and to lesser-known groups like the Utah Families Foundation, which was founded by Mr. Hatch and brings the senator positive coverage in his state’s news media.

Amgen has sent large donations to Glacier PAC, sponsored by Mr. Baucus in Montana, and OrrinPAc, a political action committee controlled by Mr. Hatch in Utah.

And when Mr. Hatch faced a rare primary challenge last year, a nonprofit group calling itself Freedom Path sponsored advertisements in Utah that attacked his opponent, an effort that tax records released in November show was financed in large part by the Pharmaceutical Research and Manufacturers of America, a trade group that includes Amgen.

In some cases, the company’s former employees have found important posts inside the Capitol. They include Dan Todd, one of Mr. Hatch’s top Finance Committee staff members on health and Medicare policy, who worked as a health policy analyst for Amgen’s government affairs office from 2005 to 2009. Mr. Todd, who joined Mr. Hatch’s staff in 2011, was directly involved in negotiating the dialysis components of the fiscal bill, and he met with 'all the stakeholders,' Mr. Hatch’s spokeswoman said, not disputing when asked that this included Amgen lobbyists.

In addition, a NY Times editorial today pointed out that Mitch McConnell, the Senate Minority Leader, (Republican - Kentucky) who "exerted great influence over the fiscal negotiations and praised the Medicare provisions" presumably including the specific provision that helped Amgen, also has "political and financial ties to Amgen."  Furthermore, Senator McConnell's willingness to use taxpayer's money to pay Amgen more seemed to contradict his "public statements [which] usually emphasize the need to cut federal spending on entitlement programs, as they did in Lexington Friday," as reported by WEKU (the National Public Radio Station at Eastern Kentucky University ).  


Can We Reform Health Care in the Corporatist States of America?  

 In summary, Amgen seems to have leveraged its use of former legislative aides affiliated with both political parties as lobbyists, and its presumed influence over former employees who are currently legislative aides, that is, to people who have transited revolving doors in both directions, to influence policy in its corporate favor.  It has also leveraged its contributions directly to politicians, to political action committees (PACs), and to non-profit advocacy groups to influence policy in its direction for this purpose.  All this leverage apparently resulted in continuing government favoritism to a company the government had just convicted of a crime, and to a company whose actions likely led to sick and dead patients.  Furthermore, legislators who publicly deplore excess government spending and enlarging government deficits supported spending more taxpayer money to favor a particular company that they ought to have shunned. 


The New York Times editorial deplored this case first as

a disheartening example of how intense lobbying and financial contributions can distort the legislative process in Washington

and second as

a classic example of the power of special interests to shape legislation and shows how hard it may be to carry out the reforms needed to cut health care costs. 

But it was really much worse than that.   This case certainly shows the ongoing coziness between big health care organizations and government (this time, mainly legislative) leaders, facilitated by the apparently very common "revolving door" interchange of influential people between corporate management and government.  Note that this coziness has now become bipartisan.  However, this was not merely expensive favoritism.  It was hypocritical expensive favoritism that benefited a corporation that ought to have been shamed and shunned for behavior that did not merely cost the government money, but likely harmed patients, sometimes even fatally. 

President Theodore Roosevelt condemned malefactors of great wealth.  Our current political leaders in both parties seem to put their ties to corporate insiders who work for executives of great wealth ahead of any consideration of what might be good for patients, public health, or the citizenry at large.  

So the US now seems to be run by a soft, informal version of corporatism, the system in which government and big corporations overlap and jointly rule the people.  Since these days big corporations are run largely without accountability by increasingly rich executives, this ends up meaning government by the oligarchs, for the oligarchs, and of the oligarchs.  President Lincoln and President Theodore Roosevelt might be rolling in their graves.  

To meaningfully reform health care, it seems like we need to meaningfully reform our entire political system, and both make leaders of health care organizations accountable, and make government again of the people, by the people, and for the people. 

The HIT Scam

Worth a read -

The HIT Scam By Greg Scandlen

Notable in the piece are these observations:

 ... even the editors of the Washington Post have come to agree the whole [national health IT] project was a fiasco — but only after we wasted $27 billion of taxpayer money.

Yet, those who are enriching themselves on the $27 billion are just happy as clams over the program. John Hoyt, the Executive Vice President of the Healthcare Information and Management Systems Society (HIMSS) was quoted in a recent Health Change Bulletin as saying −

This data suggests that the HITECH portion of the 2009 stimulus law is achieving its intended result of encouraging increased implementation and meaningful use of electronic health records among hospitals. Facilities…are laying the groundwork for interoperability to occur. Stage 6 and Stage 7 hospitals are fully prepared for provider-to-provider or facility-to-facility interoperability, as well as increasing the provider or facility’s ability to provide electronic health data reporting to public health and immunization registries to support population health review and syndromic surveillance.

There, aren’t you greatly reassured? By the way, the New York Times piece cited above reported that –

RAND’s 2005 report was paid for by a group of companies, including General Electric and Cerner Corporation, that have profited by developing and selling electronic records systems to hospitals and physician practices. Cerner’s revenue has nearly tripled since the report was released, to a projected $3 billion in 2013, from $1 billion in 2005.

No doubt the companies that paid for the RAND study are also members of HIMSS. And General Electric certainly has what might be called a “special” relationship with President Obama.

I've been writing on similar issues for more than a decade.

It's well past the time when the same rigor that applies to pharma and medical devices be applied to the health IT sector.  And the marketing hype, along with bad health IT, abolished.

-- SS 

 

ZOOM UNIK::UNIK DAN UNIK Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger