TEMPO.CO , Toronto - Bagi sebagian orang yang mengalami insomnia, alasan utama mereka tidak bisa tidur mungkin adalah takut gelap. Hasil studi ilmuwan dari Kanada menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang sulit tidur ternyata takut gelap.
Peneliti melakukan riset yang diikuti oleh 93 mahasiswa, baik yang sulit tidur maupun mudah terlelap. Eksperimen di laboratorium tidur menunjukkan bahwa 46 persen orang yang sulit tidur takut gelap. Namun 26 persen orang yang gampang terlelap ternyata juga memiliki ketakutan yang sama.
“Orang kerap menganggap itu hanya ketakutan semasa kanak-kanak, dan orang dewasa biasanya tidak mau mengakui bahwa mereka juga takut gelap,” kata Colleen Carney, psikolog gangguan tidur di Ryerson University di Toronto. “Tapi orang yang menderita insomnia tidur dengan televisi dan lampu yang menyala.”
Temuan ini menunjukkan cara penanganan baru untuk membantu penderita insomnia. “Kami dapat mengatasi ketakutan ini,” kata Carney. “Kami bisa membuat orang terbiasa dengan kegelapan, sehingga tidak menambah kegelisahan yang berkontribusi pada insomnia mereka.”
Studi ini dipresentasikan dalam konferensi peneliti masalah tidur di Boston, Amerika Serikat, Senin lalu. Gangguan tidur merupakan masalah yang cukup besar di negara itu. Menurut data National Institutes of Neurological Disorders and Stroke, sekitar 60 juta orang di Amerika mengalami insomnia setiap tahun.
Insomnia dapat berlangsung selama beberapa pekan dan dapat menjadi tanda gangguan kesehatan lain, semisal kelainan mental, sleep apnea, restless leg syndrome, atau penyalahgunaan obat.
Untuk memeriksa apakah peserta studi takut gelap, Carney dan timnya menempatkan mereka dalam “tempat tidur” laboratorium sambil mengenakan headphone. Peneliti memainkan sinyal suara acak (white noise) dalam headphone dan memantau seberapa sering mata peserta studi berkedip. Dengan mengobservasi kedipan mata, mereka dapat mengukur tingkat kegelisahan partisipan.
Ketika lampu ruang tidur dinyalakan, baik orang yang sulit tidur maupun yang tidak menunjukkan respons sama. Tetapi ketika lampu dimatikan, orang yang sulit tidur lebih mudah tersentak karena suara dan mengedip lebih cepat.
Orang yang sulit tidur semakin takut gelap ketika malam, sedangkan orang yang mudah tidur justru semakin nyaman. “Setiap orang bisa tersentak dalam kegelapan,” kata Carney. “Itu biasa, karena kita bukan makhluk malam. Tetapi orang yang mudah tidur tidak banyak tersentak karena terbiasa dengan suara itu.”
LIVESCIENCE | TJANDRA
Peneliti melakukan riset yang diikuti oleh 93 mahasiswa, baik yang sulit tidur maupun mudah terlelap. Eksperimen di laboratorium tidur menunjukkan bahwa 46 persen orang yang sulit tidur takut gelap. Namun 26 persen orang yang gampang terlelap ternyata juga memiliki ketakutan yang sama.
“Orang kerap menganggap itu hanya ketakutan semasa kanak-kanak, dan orang dewasa biasanya tidak mau mengakui bahwa mereka juga takut gelap,” kata Colleen Carney, psikolog gangguan tidur di Ryerson University di Toronto. “Tapi orang yang menderita insomnia tidur dengan televisi dan lampu yang menyala.”
Temuan ini menunjukkan cara penanganan baru untuk membantu penderita insomnia. “Kami dapat mengatasi ketakutan ini,” kata Carney. “Kami bisa membuat orang terbiasa dengan kegelapan, sehingga tidak menambah kegelisahan yang berkontribusi pada insomnia mereka.”
Studi ini dipresentasikan dalam konferensi peneliti masalah tidur di Boston, Amerika Serikat, Senin lalu. Gangguan tidur merupakan masalah yang cukup besar di negara itu. Menurut data National Institutes of Neurological Disorders and Stroke, sekitar 60 juta orang di Amerika mengalami insomnia setiap tahun.
Insomnia dapat berlangsung selama beberapa pekan dan dapat menjadi tanda gangguan kesehatan lain, semisal kelainan mental, sleep apnea, restless leg syndrome, atau penyalahgunaan obat.
Untuk memeriksa apakah peserta studi takut gelap, Carney dan timnya menempatkan mereka dalam “tempat tidur” laboratorium sambil mengenakan headphone. Peneliti memainkan sinyal suara acak (white noise) dalam headphone dan memantau seberapa sering mata peserta studi berkedip. Dengan mengobservasi kedipan mata, mereka dapat mengukur tingkat kegelisahan partisipan.
Ketika lampu ruang tidur dinyalakan, baik orang yang sulit tidur maupun yang tidak menunjukkan respons sama. Tetapi ketika lampu dimatikan, orang yang sulit tidur lebih mudah tersentak karena suara dan mengedip lebih cepat.
Orang yang sulit tidur semakin takut gelap ketika malam, sedangkan orang yang mudah tidur justru semakin nyaman. “Setiap orang bisa tersentak dalam kegelapan,” kata Carney. “Itu biasa, karena kita bukan makhluk malam. Tetapi orang yang mudah tidur tidak banyak tersentak karena terbiasa dengan suara itu.”
LIVESCIENCE | TJANDRA