Pertama kali aku jatuh cinta dulu waktu umur 10 tahun. Waktu itu rasanya masih terlalu cepat untuk anak seumuranku mengenal cinta. Pada umur 10 tahun itu pula, aku pertama kali mengenal kata pacaran. Sebut saja dia cinta pertama sekaligus pacar pertama untukku. Karena namanya anak-anak, pacarannya juga seolah main-main dan kekanak-kanakan. Tapi perasaan itu seakan masih membekas sampai sekarang. Kenangan kebersamaannya juga seakan masih teringat jelas. Aku pikir itu bukan cinta biasa.
Sekarang umurku belum genap 16 tahun. Lima tahun lebih berlalu semenjak itu. Hubungan yang dijalin itu memang telah berakhir dua tahunan yang lalu, saat aku dan dia memutuskan berpisah. Waktu saat kami mulai sama-sama memasuki bangku SMP. Pemikiran yang dewasa memang saat aku berpikir bahwa aku tidak begitu lagi mencintainya.
Ternyata perpisahan waktu itu bukan pilihan yang tepat. Tanpa kusadari di hatiku masih ada dia, entah itu karena aku melihatnya setiap hari atau apa tapi bisa jadi karena kami masih satu sekolah. Mungkin karena tidak terlalu besarnya cintaku padanya, aku pun seolah acuh pada hatiku yang mengatakan aku masih mencintainya. Dan aku pun menjalin hubungan dengan seseorang, seseorang yang pada akhirnya membuat aku menunggu sangat lama, seseorang yang seolah mempermainkan aku dan seseorang yang membuat aku menyesal telah mengabaikan perasaan bahwa aku masih mencintainya, cinta pertamaku. Tidak tidak, itu bukan sebuah penyesalan yang pantas disesali.
Dan untuk ketiga kalinya, aku kembali menjalin hubungan. Aku seperti menjadi orang jahat waktu bersamanya, selalu melakukan tindakan sesukaku. Huh, aku seolah melampiaskan perasaanku pada orang ini. Tapi mengapa dia teramat baik untuk itu? Apakah bila aku kembali memutuskannya, dia akan baik-baik saja? Aku hanya tak ingin kembali menyakitinya oleh karena sifatku yang seperti ini. Mungkin memang aku aneh, tapi dibalik itu semua aku menyayanginya.
Aku tidak terlalu mempercayai itu cinta. Karena aku juga dibesarkan di keluarga yang tidak terlalu banyak cinta. Aku mungkin seorang yang kesepian, seorang yang hanya bisa memendam semuanya sendiri. Bagaimana dengan orang yang kusebut sahabat? Berpikir mereka memiliki masalahnya masing-masing, itu tak masalah jika aku tidak begitu mau berbagi masalahku.
Hari-hariku ku jalani dengan selalu berharap bahwa esok akan lebih baik. Selalu berusaha menunjukkan bahwa hidupku tidak memiliki masalah dan aku orang yang paling bahagia di dunia ini serasa melelahkan. Semuanya kebohongan. Saat hatiku merasa lelah dengan semua ini, saat itu pula aku selalu merindukannya. Dia yang biasanya menyandarkan bahunya untukku saat aku merasa sedih. Dimana dia saat ini? Mengapa aku terlambat menyadari bahwa dia teramat berarti untukku.
Otakku menjadi bingung saat aku memikirkan mengapa aku bersedih saat aku mengetahui dia sudah memiliki kekasih baru dan sangat senang jika suatu hari dia berpisah dengan kekasihnya itu. Ada apa denganku? Padahal jelas-jelas aku mengatakan aku tidak begitu menyukainya lagi. Tapi mengapa saat dia menatapku, hatiku seolah masih bergetar? Dia, cinta pertamaku, mengapa sekarang dia menjadikan aku orang yang egois? Aku hanya ingin dia mencintaiku, aku hanya ingin hanya aku di hidupnya padahal cintaku sendiri tidak sepenuhnya untuknya, hatiku bahkan sekarang seolah mengatakan aku mencintai orang lain. Tapi mengapa dia seolah abadi dalam hatiku ini?
Hingga suatu saat orang lain yang kucintai itu memilih pergi meninggalkanku. Aku merasa sedih, hatiku seolah hancur. Orang lain itu mengapa seenaknya untuk datang pergi, mengapa orang lain itu selalu menghancurkan hatiku dan kemudian memperbaikinya. Dan mengapa orang lain itu seperti telah menjadikan aku orang yang sangat mencintainya. Tidak, orang lain itu bukan menjadi orang lain lagi, orang lain itu telah menjadi orang yang penting di hidupku. Otakku tidak begitu hebat untuk bisa mengerti hati, bahkan tentang perasaan ini masih sulit dimengerti. Saat aku mengatakan aku mencintainya, tapi hatiku juga menegaskan bahwa di sisi lain nama cinta pertamaku itu masih belum hilang. Oh Tuhan, mengapa saat hatiku hancur karena orang lain itu, Kau malah mengirimkan dia “cinta pertamaku” untuk menghiburku.
Dia kembali mengatakan bahwa dia masih mencintaiku. Kata-kata itu seperti menjadi alasan aku tersenyum namun tidak begitu ku indahkan. Aku buat dia menunggu, padahal aku tau jawaban hatiku yang tak bisa menerimanya lagi. Ya, sampai suatu saat orang lain yang begitu aku cinta itu datang kembali. Entah karena aku bodoh atau apa, aku menyambutnya dengan penuh senyuman dan kebahagiaan. Aku meninggalkan dia “cinta pertamaku” karena orang lain tanpa berpikir apa yang akan terjadi padanya. Tapi dia tidak pernah bosan datang dan datang lagi kepadaku dan aku pun selalu menolaknya.
Hingga suatu ketika dia datang lagi tapi bukan untuk mengatakan “dia mencintaiku” melainkan orang lain. Dadaku terasa sesak saat itu dan hatiku seakan sakit. Bagaimana mungkin aku seperti? Mengapa aku begitu egois. Tidak selamanya dia akan selalu mencintaiku, tidak selamanya dia rela menunggu. Aku hanya bisa menahan tangis dan mengatakan “Berbahagialah. Aku tau suatu saat nanti kamu pasti menemukan orang yang lebih dari aku”. Dia hanya membalas dengan senyum, dan aku melanjutkan dalam hati “Tapi bisakah walaupun kau mencintai orang lain saat ini, aku akan selalu ada di hatimu itu dan selalu abadi disitu”.
==========================
Kotak Musik Pengungkap Cinta
Karya : Nona Nada Damanik
Siang itu panas matahari seakan membakar kulitku, kutelusuri jalan demi jalan untuk melarikan diri dari orang-orang di rumahku yang tak pernah akur. Ayah dan ibuku selalu saja bertengkar. Ayahku memang sangat kejam, dia selalu menyakiti hati ibuku. Sedangkan kakak laki-laki ku selalu saja melawan ayah dan ibuku. Untuk apa aku berada di rumah ini? Aku butuh seseorang yang mau mendengarkan rahasia di balik kehidupanku ini. Aku tak tau harus mengadu kepada siapa.
Di balik peluhku yang terus berjatuhan, sesuatu melintas dipikiranku. Aku tau harus kemana! Aku akan menemui Vincent, sahabat pria yang sangat aku sayangi. Aku tak pernah dibuatnya berkecil hati. Memang sudah lama aku menyukai Vincent, sahabatku yang paling manis. Entah dari mana aku memulainya. Aku sudah jatuh terlalu dalam ke dalam hatinya. Tapi dia tak pernah sekalipun menoleh kearahku dan menyadari kalau sosoknya sangat berharga dimataku. Sudah begitu lama ku pendam perasaanku kepadanya. Tapi… Ah! Biarlah waktu yang akan mengatakan kepadanya.
Di tengah keterikan sang surya, aku berusaha menelepon dia. Sudah tiga kali aku meneleponnya tapi tak di angkat. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya dia mengangkat teleponku.
“Halo Nesya. Ada apa? Sorry ya, aku baru main basket di sekolah”
“Oh kamu main basket. Pantesan aja gak kedengeran telpon ku. Vin, aku mau curhat nih sama kamu. Bisa nggak?”
“Oh. Bisa banget, Nes. Kamu datang ke sekolah aja ya. Aku gak bisa jemput kamu. Aku gak bawa motor.”
“Oke, Vin. Kamu tunggu ya.”
Aku sampai di tempat tujuan, sekolah. Aku menemui Vincent yang tengah bermain basket bersama teman satu klub nya. Aku menatapi ketampanannya. Setiap kali melihatnya hatiku selalu tenang. Entah kenapa, aku begitu suka melihat senyumnya. Aku tak sadar jika dia sudah menoleh ke arahku dan melemparkan senyumnya kepadaku. Akupun membalas dengan senyum simpul.
“Nes, ayo kesini. Main basket, biar aku ajarin.”
Aku datang menghampirinya. “Nggak ah, Vin. Aku mau cerita sama kamu nih.”
“Oh, ya sudah Nes. Ayo kita duduk di kantin saja.”
Kami bergegas ke kantin. Terlihat begitu sunyi, lalu kami segera duduk dan sejenak Vincent menghapus keringatnya yang mengucur deras itu. Dia begitu tampan, dia adalah sosok yang pemberani dimataku. Dia selalu menjagaku. Entah, dia menyukaiku atau tidak. Dan aku tau jawabannya pasti tidak.
“Panas banget kan Vin?”
“Iya Nes, kamu gak kepanasan? Kalo kamu kepanasan, biar aku beli minuman.”
“Ah nggak usah Vin. Gak panas kok.”
“Hmm. Ya sudah Nes.” Sambil tersenyum kecil kepadaku.
“Vin, aku mau cerita tentang orangtua aku nih.”
“Kenapa dengan mereka Nes?”
“Ayah dan ibuku selalu bertengkar, sedangkan kakakku selalu menyusahkan ibuku. Aku sangat sedih.”
“Memangnya penyebab ayah dan ibu kamu bertengkar apa Nes?”
Aku menceritakan semuanya kepada Vincent. Tampak langit yang tadinya begitu terik berubah menjadi mendung dalam waktu 1 jam. Begitu cepat, dan tidak ada yang menduga-duga. Ya memang begitulah kekuasaan-Nya.
“Vin, rasanya aku sudah tidak betah hidup lagi. Aku ingin sekali mengakhiri hidupku.”
“Astaga Nesya… Kenapa kamu jadi bodoh seperti ini? Kamu mau lihat ibu kamu terus-terusan nangis?”
“Enggak Vin. Aku sayang banget sama ibu. Tapi aku ga tau harus gimana. Perempuan jalang itu sudah merusak segalanya. Dia sudah merebut kebahagiaan keluargaku.”
“Nesya, Tuhan tidak membiarkanmu dan Tuhan tidak melupakanmu. Tuhan hanya memberi cobaan kecil kepada kamu. Kamu gak boleh menyerah gitu aja. Kesabaran kamu sedang di uji, Nes. Yang Maha Kuasa pasti membalaskan perbuatan perempuan itu. Tidak mungkin Tuhan melupakan gadis baik dan manis sepertimu.”
Mendadak halilintar bergemuruh, sesaat itupun hujan turun dengan derasnya.
“Tuh kan, Nes. Hujan turun saat kamu nangis. Tandanya langitpun menangis melihat kamu menangis”
Vincent memelukku dengan eratnya. Sedangkan aku hanya bisa berisak tangis dan terus menangis.
“Udah… udah Nes. Jangan nangis lagi ya sayang” Vincent menghapus air mataku dengan jemarinya. Dia menatapku dalam sambil mengelus rambutku.
“Tuh kan, Nes. Cantiknya jadi hilang.” Seketika aku membalas pelukannya dengan erat.
“Vin, aku sayang sama kamu. Aku suka sama kamu, sudah lama banget” kataku dengan menatap matanya.
“Iya, Nes. Aku tau kok, dan aku juga sayang sama kamu. Bukan sekedar sahabat. Aku mau kamu menjadi milikku dan aku berjanji selalu ada buat kamu dan menjaga kamu.” Katanya.
“Iya, Vin. Janji yah?” aku menjulurkan kelingkingku ke arahnya. Dan dia melingkarkan kelingkingnya ditanganku.
“Janji jari kelingking Nesya” Dia melanjutkan pelukan hangatnya dan memberikan sebuah kecupan kecil di dahiku.
Entahlah, hujan ini menggambarkan apa atau ia hanyalah hujan saja. Hanya sekedar. Dan entahlah, akan berapa banyak kata entah lain untuk menggambarkan hujan ini. Namun dari seluruh yang entah itu, ada satu yang masih sering membuatku mengingat lafal dari mulutnya yang selalu membuatku tersenyum.
Hujan yang turun sore ini membuatku mengingat kejadian 5 tahun lalu dengan sahabat sekaligus kekasihku, Vincent. Dia menepati janjinya hingga kini. Dia adalah ayah dari seorang gadis kecilku. Aku menyayanginya dan mencintainya. Janji jari kelingking itu menyimbolkan kesumpah setiaannya kepadaku. Dia benar-benar menjadi pelindungku. Dan itu sudah lama terjadi, bahkan sebelum aku menjadi kekasihnya ataupun istrinya. Dengan hal ini semua aku teringat lagu utopia-hujan.
Rinai hujan basahi aku, temani sepi yang mengendap. Kala aku mengingatmu, dan semua saat manis itu. Segalanya seperti mimpi, kujalani hidup sendiri. Andai waktu berganti, aku tetap takkan berubah. Aku selalu bahagia saat hujan turun. Karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri. Selalu ada cerita tersimpan di hatiku. Tentang kau dan hujan, tentang cinta kita yang mengalir seperti air. Aku selalu bahagia, saat hujan turun. Karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri. Aku bisa tersenyum sepanjang hari, karena hujan pernah menahanmu disini untukku...
Cerpen Cinta
Beberapa kumpulan cerpen tentang cinta seperti diatas diharapkan dapat memuaskan hasrat membaca Anda dan menghibur, serta meramaikan waktu luang Anda. Itulah kumpulan
cerpen cinta yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat.